Pesantren Love of Peace
Wawancara Wartawan Amerika(EWC) dengan
Syaykh AS Panji Gumilang
Syaykh AS Panji Gumilang
Pesantren Al-Zaytun sangat megah lokasinya kenapa berada sangat jauh dari kota?
Kualitas pendidikan desa dan kota belum terjembatani. Pendidikan Indonesia selama ini yang maju ada di kota, desa menjadi kurang maju. Kami mewakili yang kurang maju itu untuk memilih tempat nun jauh dari kota. Kmai ingin tampil sebagai Jan Pieter Zoen Coen, jauh dari Belanda membangun kota yang namanya Batavia yang sekarang terkenal dengan Jakarta yang awalnya adalah kota rawa-rawa. Tidak siapapun yang sanggup hidup di situ. Mengapa Jan Pieter Zoen Coen sanggup membuat Betawi (Batavia), sedangkan kami, bangsa Indonesia, juga harus mampu membuat yang jauh dari kota sehingga terjembatani kualitas pendidikan desa dengan kota. Jadi, latar belakangnya hanya untuk menjembatani kota dan desa supaya tidak terlalu jauh, sehingga nanti Indonesia ini akan menjadi negara kota seperti halnya Singapura, entah kapan itu terjadi. Kami memiliki cita-cita seperti itu, supaya orang desa tidak lari ke kota. Budaya kehidupan di desa itu terbatas, masuk ke kota membawa budaya desa, sehingga kotanya tidak menjadi desa dan desanya pun tidak menjadi kota. Terjadilah berbagai macam case kebudayaan. Nah, untuk itu kami awali dari desa, supaya nanti orang kota masuk ke desa, “Oh, di sini juga ada seperti Jakarta !“ Di tempat-tempat lain terjadi, akhirnya Indonesia ini tidak dibatasi kota dan desa, desa bisa seperti kota dan jangan kota seperti desa.
Berapa biaya sekolah di sini?
Biaya untuk sekolah di Al-Zaytun sangat mahal bagi bangsa Indonesia karena ditentukan untuk enam tahun sejumlah US$ 3.500. Mereka mendapatkan segala macam keperluan hidup seperti tinggal di asrama, makan tiga kali sehari, ditambah snack tiga kali sehari, ditambah air minum free dari pagi sampai malam. Semuanya kami anggap seperti mengasuh anak kami sendiri. Mereka mendapatkan buku teks book, mendapatkan seragam setahun sekali berarti enam kali ganti. Kata orang Indonesia, itu mahal, padahal kalau dihitung sesungguhnya biaya US$ 3.500 hanya cukup untuk enam bulan. Namun kami dari yayasan ingin mendharma-baktikan diri kami dan usaha kami memberi jasa-jasa baik kepada umat manusia yang mau masuk pendidikan di sini.
Siapa yang menyubsidi Al-Zaytun?
Yang menyubsidi adalah yayasan, dan yayasan kami bergerak di berbagai bidang ekonomi. Utamanya kami menanam produk-produk pertanian dan kehutanan, kami persiapkan sejak awal. Kami menanam pohon-pohon di samping untuk meneduhkan lingkungan. Siapa tahu dua puluh tahun yang akan datang satu pohon itu mamapu bernilai seribu dollar. Perbedaan kehutanan di Al-Zaytun dengan usaha kehutanan yang diberikan oleh negara, jauh berbeda. Kalau kehutanan yang diberikan hak pengelolaan hutan negara kepada perorangan mapun sarikat itu, itu adalah menghabiskan hutan, memotong hutan. Perbedaannya adalah kami menanam sebanyak-banyaknya, kami ingin dunia ini menjadi hijau kembali. Kami tidak ingin memotong kayu, karena dengan oksigen kami bisa hidup, tetapi dengan kayu kami bisa mati. Seperti Indonesia hari ini banyak kematian karena pohon banyak ditebang. Kami tidak mau itu terulang, dan kami menanam sperti orang-orang tua dahulu menanam.
Tapi ada berita dari majalah luar negeri bahwa Al-Zaytun dibiayai oleh yayasan tertentu?
Ya betul Al-Zaytun dibiayai oleh Yayasan Pesantren Indonesia. Al-Zaytun ini milik umat manusia, adanya di tempat yang kecil seperti ini, jadi kalau datang dari Jakarta kami istilahkan dari luar. Kalau datang dari Singapura kami istilahkan dari luar. Itu makna dari luar sebab Al-Zaytun lokasinya Cuma 1.200 hektar saja.
Ide pendidikan ini tumbuh dari mana?
Ide-ide ini tumbuh dari umat manusia, karena umat manusia menginginkan kesejukan hidup, kesempurnaan ilmu, kemajuan teknologi. Itulah ide-ide besar umat manusia yang kami adopsi, meski dimulai dari sekecil apapun. Jadi di sini berjalan “kebersamaan“ tidak “aku“ yang tampil, karena “aku“ itu sangat sedikit dan kekuatannya sangat lemah. Maka, kami berjalan di sini dengan “kita“ bukan “aku“, karena kalau “aku“ bisa patah sendirian tapi kalau “kita“ tidak bisa patah, karena “kita“ berisi umat manusia sedunia.
Jadi memang ada yang datang dari luar?
Sangat banyak, santri atau pelajar yang datang dari Malaysia banyak, dari Singapura banyak, dari Afrika Selatan banyak, dari Somalia banyak.
Dari Singapura banyak?
Ada dari Singapura dan Malaysia bergabung menjadi 200 lebih. Bukankah itu banyak?
Maksud saya sumbangan yang diberikan lembaga-lembaga tertentu?
Itulah yang belum pernah ada. Andainya ada kami terima, tetapi karena belum ada kami tidak menerima.
Ada sumber yang disebut-sebut misalnya dari Cendana?
Kalau dari Cendana, bukan Cendananya yang ngasih, tapi kami mengasih Cendana, karena tatkala bangsa ini sangat benci kepada Cendana, kami kasih sebuah nama di sini. Pak Harta tatkala dibenci bangsanya kami ajak ke mari, “Pak Harto namamu kami ambil,“ maka kami mengasih Pak Harto. Hidup ini take and give, terkadang mengasih terkadang menerima. Tatkala Pak Harto datang kemari melihat ada gedung Soeharto dan senag hati, “Oh ku kasihlah kau.“
Apa yang diharapkan lulusan dari Al-Zaytun?
Kami berharap lulusan-lulusan kami ini bermanfaat bagi umat manusia. Lebih spesifik lagi lulusan Al-Zaytun akan mampu meletakkan diri pada zamannya, sehingga tidak menjadi orang yang ditinggal oleh zamannya. Kami mengharapkan santri-santri ini mampu hidup pada zamannya dengan penuh persiapan. Karena kehidupan ini tantangannya bermacam-macam maka kami persiapkan kehidupan dan kemampuan hidup untuk membekali diri mereka masing-masing, sehingga mereka mampu mandiri dalam kehidupannya. Ini ada satu cerita kecil; Di Indonesia hampir semua pelajar setelah tamat belajar mereka menginginkan menjadi pegawai negeri, itu catatan kecil bagi bangsa Indonesia. Kami ingin mengantarkan anak-anak kami di sini untuk tidak seperti itu. Sebaliknya, kiranya mereka mampu mempunyai pegawai sebanyak-banyaknya.
Kami sangat kagum dengan Al-Zaytun. Ini adalah pesantren satu-satunya yang kami kunjungi. Dibandingkan dengan pesantren lain bagaimana menurut Syaykh?
Kami sebagai pendidik tidak boleh membandingkan dengan tempat-tempat lain. Karena seorang pendidik harus selalu berinovasi termasuk pendidikan pesantren ini. Jadi pesantren Al-Zaytun ini diciptakan dengan spirit pesantren namun bersistem modern.
Apa yang membuat modern?
Modern adalah sistem yang setiap bertindak harus berdasar ilmu. Kemudian yang kedua, memiliki organisasi yang kuat. Yang ketiga, mempunyai etos kerja yang tangguh dan berpandangan masa depan yang jauh. Itu modern yang kami maksudkan.
Hari ini ada perubahan besar dalam masyarakat Amerika dan Asia. Bagaimana sikap santri-santri di Al-Zaytun terhadap perubahan tantangan dalam satu dua tahun ini?
Masyarakat Al-Zaytun termasuk seluruh guru, murid, dan penghuni di Al-Zaytun ini mempunyai padangan bahwa kebebasan manusia, baik itu di Indonesia maupun di negara-negara lain adalah satu kenikmatan, satu keharusan. Maka apa yang dilihat dalam kejadian belakangan ini khususnya setelah kejadian 11 September 2001, itu memang ada pandangan-pandangan khusus. Namun, kekhususan itu dicerna oleh pelajar, guru, sebagai hal yang wajar. Maka pandangan anak-anak kita di sini atau masyarakat Indonesia di sini terhadap Amerika terkadang bertanya, “Mengapa harus terjadi peperangan dalam meyelesaikan perkara di permukaan bumi ini?“
Bagaimana perasaan masyarakat Indonesia terhadap kebijakan Amerika?
Kalau masyarakat Indonesia ini bermacam-macam perasaannya mereka terhadap kebijakan Amerika belakangan ini, namun semuanya itu menunjukkan partisipasi mereka terhadap perdamaian dunia.
Belakangan ini terjadi perubahan politik yang sangat besar di Indonesia dari sentralisasi menjadi desentralisasi, beberapa provinsi bahkan mengkaji penerapan syariah. Apakah Al-Zaytun ikut dalam hal ini atau bagaimana respon tentang hal itu?
Kami Al-Zaytun dan bangsa Indonesia secara keseluruhan merasa sangat bersyukur karena mempunyai kesempatan untuk memasukkan kehidupan demokrasi sebagai amalan hidup. Maka apa yang terjadi di Indonesia ini, apa saja, adalah proses menjuju demokrasi yang progresif. Karenanya, apa yang terjadi belakangan ini kehendak-kehendak tertentu untuk menciptakan aturan-aturan dan sebagainya itu tidak dapat ditanyakan kepada satu orang karena bangsa Indonesia ini yakni mempunyai sistem demokrasi yang sudah jelas.
Syaykh menerima demokrasi tetapi tidak dengan sistem syariah?
Demokrasi itu akan menentukan berbagai macam, namun Indonesia telah memiliki basis ideologi, yaitu kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kerakyatan, kemanusiaan, kemudian yang lain-lain terdiri dari lima prinsip itu, membimbing bangsa Indonesia untuk mengisi demokrasi di dalam negaranya.
Sebagai pesantren besar apakah Anda punya referensi khusus tentang syariah?
Syariah adalah jalan untuk masuk dalam kehidupan dengan sistem. Syariah adalah sebuah cara, sebuah sistem, maka syariah tidak bisa berhenti dengan syariah saja. Jadi kalau dikatakan syariah, tentu ada syariah Islam seperti yang Anda maksudkan.
Apakah mungkin untuk menjadikan syariah Islam sebagai bagian dari aturan yang bisa diikuti oleh masyarakat Indonesia?
Masyarakat Indonesia ini masyarakat majemuk terdiri dari berbagai agama, terdiri dari berbagai suku bangsa, mereka memilki aturan yang sudah jelas. Keagamaan adalah bagi mereka masing-masing Aturan kenegaraan yang telah diciptakan itulah yang akan dipegang oleh bangsa Indonesia.
Apakah ada tokoh-tokoh dunia yang dibanggakan oleh Syaykh?
Kami di dalam memandang tokoh-tokoh di dunia ini tidak ada tokoh yang sempurna. Kami memandang tokoh-tokoh dunia yang baik yang kami contoh. Terkadang kami datang ke sebuah tempat melihat tokoh di sana. Sebagai contoh kami mengagumi Lee Kuan Yew; Mengapa kami kagum kepadanya? Beliau mampu membangun sebuah tempat yang sangat kecil menjadi tempat yang dijadikan tujuan oleh banyak negara. Satu contoh itulah kekaguman terhadap tokoh-tokoh di dunia. Namun bukan berarti siapa yang kami kagumi itu manusia yang sempurna.
Kami mendengar bahwa Al-Zaytun menerima mahasiswa non-muslim, bagaimana bisa membuat kebijakan tersebut?
Ini kebijakan yang sangat wajar saja bukan sesuatu yang mengherankan, tetapi ini kebijakan yang biasa. Kami seorang muslim harus bersahabat dengan siapa saja, maka kami buka pendidikan ini untuk siapa saja, sebagaimana sahabat-sahabat kami membuka sekolah. Katakan, orang Kristen banyak membuka sekolah, orang muslim banyak juga yang ikut bersekolah di dalamnya.
Sebagai lulusan IAIN Jakarta sekarang sedang mengembangkan perguruan tinggi. Apakah kelas-kelas atau subjek yang akan dikembangkan di sini meniru atau mengadopsi dari sana atau mengembangkan hal yang baru dan bagaimana pandangan Syaykh melihat IAIN yang telah berkembang sekarang?
Kami sangat bergembira melihat perkembangan UIN hari ini. Tatkala UIN masih menjadi IAIN (Institut Agama Islam Negeri) dan ingin berubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN), kami memberikan pandangan-pandangan, “Hendaknya IAIN yang akan menjadi universitas negeri tidak hanya mempelajari pelajaran-pelajaran yang dinamakan oleh banyak orang sebagai pelajaran agama, tetapi harus masuk kepada fakultas-fakultas yang non agama atau bukan agama“. Kami mengusulkan waktu itu harus dibuka Fakultas Kedokteran, Fakultas Ekonomi, Teknik, Pertanian dan lain sebagainya. Kami bergembira karena banyak ide-ide yang kami sampaikan sekarang telah berdiri di UIN.
Bagaimana padangan Syaykh tentang globalisasi?
Globalisasi adalah ciptaan manusia, hasil kerja manusia sehingga tercipta kehidupan global seperti sekarang ini. Ini hal yang wajar dan kita harus berada di dalamnya bersama masyarakat yang sudah hidup dalam globalisasi ini.
Kami kagum dengan Al-Zaytun karena itu banyak hal yang kami ingin tahu. Ada hal-hal yang mungkin orang-orang belum paham bagaimana Al-Zaytun bisa tercipta seperti ini?
Kalau Al-Zaytun tampil seperti ini ada orang yang ragu itu hal yang wajar. Karena setiap perubahan atau yang dianggap suatu perubahan itu banyak orang yang ragu dan ada juga yang setuju. Dua-duanya harus dihimpun supaya terus berimbang. Kita tidak boleh menentang kepada orang yang ragu dan tidak boleh terlalu bangga kepada orang yang menyetujui perjalan ini. Antara setuju dan tidak setuju dua-duanya kita hadapi dengan bijak.
Mengapa banyak pertanyaan tantang Al-Zaytun bahwa Al-Zaytun merupakan misteri?
Ini sebaiknya ditanyakan kepada siapa orang yang ragu kepada Al-Zaytun. Kalau ditanyakan kepada kami, kami sedang membangun kebaikan. Tapi kalau ada yang ragu, mestinya ditanya kepadd orang yang ragu itu, jangan ditanya kepada kami yang sedang membangun kebaikan ini.
Di Indonesia banyak pemimpin pesantren dan mereka juga melahirkan banyak kerusakan seperti Abu Bakar Baasyir karena dia mempunyai pandangan politik tertentu. Bagaimana sebenarnya menyikapi tokoh-tokoh pesantren itu?
Kami rasa sebuah pesantren bisa saja menghasilkan Ustad Abu Bakar Baasyir, tetapi tidak semua seperti beliau. Ada seperti saudara kita (Sunandar Ibnu Nur) ini juga dari pesantren yang sama. Seperti halnya kebijakan Amerika, tatkala menentang Uni Soviet di Afghanistan beberapa puluh tahun yang lalu menghasilkan Osama Bin Laden. Kemudian Osama Bin Laden dijadikan musuh Amerika sampai dengan hari ini. Jadi, hal yang wajar saja setiap sebuah pendidikan menghasilkan orang-orang yang kata sebagian orang tidak dikehendaki, tetapi kata sebagian orang lgai dikehendaki. Jadi kalau kita mencontohkan figur Ustadz Abu Bakar Baasyir sebagai hasil dari pesantren itu sesungguhnya tidak terlalu bijaksana.
Ada pandangan beberapa orang berkaitan atau sengaja menghubung-hubungkan diri dengan beberapa komunitas seperti kelompok-kelompok teroris. Bagaimana menyikapi teroris?
Kalau itu sikap Amerika yang menghubung-hubungkan pesantren dengan teroris, maka melalui Anda semua sebagai wartawan tolong sampaikan kepada mereka, sama sekali tidak ada hubungan antara teroris dengan pesantren. Tolong sampaikan saudara-saudaraku semua sebagai jurnalis, sampaikan kepada Amerika atau bangsa-bangsa di dunia, bahwa pesantren adalah tempat pendidikan yang baik seperti universitas-universitas yang baik di Amerika atau di negara-negara Barat lainnya. Kami ingin menjadi manusia terdidik. Jadi sekali lagi tolong sampaikan bahwa pesantren tidak ada hubungan dengan teroris.
Dewasa ini ada perdebatan sengit tentang Islam liberal dengan Islam konservatif, bagaimana Syaykh menyikapi?
Setiap manusia memiliki pandangan masing-masing yang dipercayai, dan di dalam agama Islam fatwa, orang per orang atau majelis tidak mengikat sama sekali. Oleh sebab itu, bangsa Indonesia tidak khawatir sama sekali, beribu-ribu fatwa yang turun tidak akan menajdikan bangsa Indonesia ini kacau balau. Jadi, silahkan berfatwa, yang ingin ikut boleh, yang tidak ingin ikut pun tidak apa-apa, karena agama itu bukan fatwa. Itu pandangan orang di Indonesia, ada yang setuju dengan fatwa ada yang tidak. Yang setuju juga tidak jaminan masuk surga, yang tidak setuju juga tidak jaminan masuk neraka.
Konflik antara Israel dan Palestina merupakan isu yang sangat sensitif, dan kalau kami bertanya kepada beberapa orang Islam yang kami temui membuat mereka sangat tidak enak. Apakah isu konflik Palestina-Israel juga diajarkan di Al-Zaytun, dan bagaimana memberikan pemahaman kepada para santri di sini?
Isu Pelestina bukan sesuatu isu yang sangat spesifik. Di Al-Zaytun diajarkan sejarah, kalau berbicara tetang sejarah akan masuk kepada contoh-contoh seperti itu. Di Al-Zaytun, anak-anak diajarkan geografi mempelajari negara-negara maka akn berbicara tentang Palestina. Kita tidak mengambil terlalu jauh tentang Palestina karena Palestina sendiri, presidennya sudah menyepakati Israel, Israel menyetujui berdirinya negara Palestina. Mengapa kita yang di Indonesia harus berdebat tentang kemauan orang Palestina terhadap Israel? Presiden Palestina mengakui berdirinya Israel, Israel menyetujui berdirinya negara Palestina. Sekarang tinggal menentukan batas-batasnya. Mengapa kita harus berdebat di tempat yang begini jauh sedangkan konflik sudah mengambil kesepakatan. Maka itu nanti “arang habis besi binasa“ bagi kita yang ada di tempat nun jauh ini.
Kami mengucapkan terima kasih atas perlakuan penghuni Al-Zaytun yang sangat baik.
Kami juga terima kasih kepada seluruhnya atas kedatangan Anda ke tempat pendidikan ini. Ini merupakan satu kerhormatan bagi kami karena Anda semua mau berkunjung ke tempat pendidikan Al-Zaytun ini.
Ini untuk Syaykh saya berikan brosur tentang program East West Center (EWC) supaya bila santri Al-Zaytun lulus pendidikan jurnalistik nanti bisa mengikuti program ini (EWC).
Terima kasih. Sekali lagi : “Pesantren cinta perdamaian, pesantren love of peace, pesantren punya sikap toleransi, mari kita hidup dalam toleransi dan damai, dunia akan aman sentosa.“
(Sumber : Majalah Al-Zaytun – Edisi 45/2006 – halaman 46-49)
Berita Terkait :
- Wawancara dengan Richard W. Baker, Special Assistant to the President of East West Center (ECW).
- Wawancara dengan Ms. Susan Kreifeis, Media Activities coordinator EWC.
- Wawancara dengan Tim Connolly, Internasional Editor the Dallas Morning News, Dallas, Texas, Amerika Serikat.
- Wawancara dengan David, Pengamat Hal Ikhwal ke Islaman dan Editor Harian Detroit, Michigan, Amerika Serikat.
- Wawancara dengan Mr. Larry Johnson Foreign Desk Editor Seattle Post Intelligencer.
- Wawancara dengan Wiliam J.Dobson Managing Editor, Foreign Policy Washington DC.
- Wawancara dengan David Hage, Editor Writer Minneapolis Star Tribune.
- Wawancara dengan Arif Suditomo, News Production Manager, RCTI Jakarta.
- Wawancara dengan Sunandar Ibn Nur, Executive Editor, Gontor Magazine, Indonesia.
- Wawancara Wartawan Amerika dengan Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home