Sunday, June 03, 2007

Tirta Sangga Jaya, Sebuah Ide Besar

Wawancara dengan Slamet Effendi Yusuf *)

Konsep Tirta Sangga Jaya (TSJ) sampai juga ke dalam gedung DPR. Menurut pria ramah yang kini menjabat sebagai Ketua Badan Kehormatan DPR RI ini. TSJ merupakan sebuah gagasan raksasa dan solusi membuat air sebagai sumber kehidupan bukan sumber bencana.

Untuk mengetahui keekonomisan dan manfaat Tirta Sangga Jaya, berikut petikan wawancara eksklusif wartawan Berita Indonesia Maruasas Henry, Hapotsan Tampubolon, serta fotografer Wilson Edward dengan Drs. Slamet Effendi Yusuf, M.Si, politik kawakan yang terpilih menjadi anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah.

Biasa disapa SEY. Slamet yang mantan Ketua GP Ansar sudah mengunjungi Al-Zaytun dan berdiskusi akrab dengan Syaykh Panji Gumilang ketika pembangunan pondok masih dalam tahap-tahap awal. “saya belum pernah melihat tuh, penyelesaian pembangunan hotel yang disebut Wisma Tamu Al-Islah,” kata SEY,.


Apa komentar Anda ten-tang mimpi Syaykh Al-Zaytun Abdussalam Panji Gumilang tentang Tirta Sangga Jaya untuk me­ny elesaikan banjir Ja­karta?
Saya harus mengatakan bahwa ini ide besar. Boleh dikatakan seperti mimpi. Tetapi ide besar semacam ini bisa dilaksanakan apabila Syaykh, dan Al-Zaytun pada umumnya bisa mengkomunikasikan de­ngan para pengambil keputus­an. Dalam hal ini perlu ketemu dengan teman-teman di PU (Departemen Pekerjaan Umum), Presiden atau Wakil Presiden berkaitan dengan ini.

Gagasan ini gagasan raksasa meliputi setidak-tidaknya tiga provinsi yaitu provinsi Banton, Jawa Barat, dan provinsi yang selama ini menjadi penerima masalah yaitu DKI Jakarta. Karena itu ide ini perlu diso­sialisasikan kepada Gubernur tiga provinsi itu.

Permasalahan banjir Jakarta cenderung sema­kin kompleks, terbukti awal Februari 2007 se­mua Jabodetabek terkena banjir?
Kita memperlakukan sungai belum optimal sebagaimana seharusnya fungsi sungai. Bah­kan kita menyalahgunakan fungsi sungai. Sungai menjadi latar belakang rumah-rumah, padahal seharusnya menjadi latar depan. Di situlah orang buang sampah tinja dan seba­gainya. Fungsinya berubah.

Sungai mengalami pendang­kalan, penyempitan dan pen­cemaran yang luar biasa, lim­bah semua tumplek blek blek di sungai. Ketika sungai ditam­bahi aliran air karena hujan dia tak memiliki daya tam­pung. Akibatnya yang jauh lebih nyata banjir. Itu bicara tentang sungai.

Kemudian hinterland (dae­rah penyanggah, red) Jakarta yaitu JABODETABEK meng­alami perkembangan luar biasa. Mestinya menjadi pe­nampung air hujan, sekarang hinterland-rya juga lewat be­gitu Baja karena penggunaan perumahan begitu luas. Mas­terplan untuk kawasan itu juga tidak diikuti secara konsisten. Daerah penyerapan air hilang jadi hutan beton. Belum lagi hilangnya berbagai waduk kecil atau situ, kering, kemu­dian dipatok menjadi pemu­kiman atau milik orang.

Sekarang banjir sudah men­jadi problem tahunan. Ke depan akan makin menjadi seper­ti itu, karena kawasan-kawasan resapan di daerah Puncak dan sebagainya sudah penuh de­ngan berbagai perumahan, sampai sekitar selatan Tange­rang menjadi pemukiman yang sangat padat. Ditambah la­pangan-lapangan golf yang luas, situ-situ yang kurang, semua membebani Jakarta.

Lalu, bagaimana mere­alisasikan Tirta Sangga Jaya di saat ego daerah se­bagai dampak otonomi daerah masih menguat?
Makanya harus diyakinkan tiga gubernur, pemerintah pusat, DPR pusat, kemudian Presiden dan Wakil Presiden dengan konsep ini.

Kalau saya melihat gambar yang sementara ini ada, itu menjadikan kawasan ini se­buah delta yang dikelilingi oleh apa yang beliau sebut sebagai Tirta Sangga Jaya, atau air yang menyangga kejayaan. Konsep ini akan baik kalau dikomunikasikan kepada me­reka yang punya wewenang tentang ini, dengan begitu akan mencairkan apa yang Anda sebut ego daerah karena otonomi daerah.

Konsep ini saya kira akan memberikan peluang perkem­bangan yang luar biasa. Misal­nya sepanjang sungai diba­ngun tol. Artinya, dia itu di Tatar depan. Menurut saya mungkin bukan jalan tol. Te­tapi, sebaiknya jalan biasa saja dimana manusia bisa bebas melewatinya. Dengan begitu pinggir sungai akan menjadi potensi wisata dan potensi bisnis yang bebas.

Tapi kalau misalnya atas dasar pertimbangan pem­biayaan akan jadi jalan lingkar tol, tidak ada masalah. Tetapi harus ada pintu-pintu tol pada titik-titik tertentu dimana rakyat sekitar punya akses kepada jaringan ini. Jangan mereka diisolasi melalui tol.

Karena banyak unsur bisnis di sini, kalau Syaykh yang menyosiali­sasikan seakan dia berke­pentingan seperti peng­usaha?
Nanti Syaykh bisa menun­jukkan bahwa ini bukan untuk kepentingan dia. Tetapi untuk kemaslahatan masyarakat, daerah, dan bangsa. Anda bayangkan kalau kanal dibangun dengan luas tertentu yang bisa dilewati kapal, maka ini adalah tempat pesiar dan di sekitarnya dibangun hotel-hotel. Kawasan ini dalam konsep adalah kawasan yang berkem­bang.

Oleh karena itu, dalam mengatasi masalah jangan hanya problem yang bersifat politik. Harus diingat problem yang bersifat praktis. Misalnya tanah-tanah yang sudah men­jadi milik masyarakat, real es­tate, lapangan golf, perhitu­ngannya harus seperti itu. An­dai konsep ini berada di tanah yang kosong akan amat mudah menyelesaikannya.

Karena itu harus ada kepu­tusan yang jelas sebelum dila­kukan feasibility study yang konkrit. Pemerintah melalui Keppres atau Keputusan Presi­den harus memutuskan hal ini sebagai proyek nasional. Saya setuju dengan Syaykh, sebaiknya dibentuk sebuah badan otorita yang akan me­nangani hal ini secara khusus. Karena ini pasti akan menjadi proyek raksasa, harus dijaga jangan sampai menjadi pusat korupsi baru, spekulasi-spe­kulasi baru dan sebagainya. Sejak awal harus ditangani melalui suatu rules, peng­aturan yang jelas supaya bisa diselesaikan dengan baik.

Penanganan banjir di Jabodetabek sampai se­karang tidak memadai. Jakarta dan sekitarnya masih terancam banjir?
Banjir bukan saja akibat tidak adanya sodetan. Ling­kungan sekitar Jabodetabek memang lingkungan yang su­dah tidak memungkinkan me­nyerap air hujan. Puncak pe­nuh dengan vila, tidak ada pohon, lalu terjadi air yang terns menggerujuk dari atas langsung ke bawah.

Oleh karena itu, Tirta Sang­ga Jaya adalah salah satu jalan. Tentu saja ada jalan lain, di se­kitar Jakarta bagian selatan di­bangun tempat-tempat resap­an dalam bentuk waduk-wa­duk kecil. Dulu ada konsep pe­merintah, di setiap real estate ada yang namanya situ, di setiap rumah harus ada tempat resapan. Kalau itu dilakukan sebagian sudah menolong.

Tapi konsep Syaykh sebe­narnya bukan hanya semata­mata tentang banjir. Tetapi se­buah upaya membangun se­buah kawasan yang merupa­kan delta, yang di situ dikeli­lingi oleh sebuah kanal, dan di dalam delta masih ada 13 sungai besar yang selama ini mengairi Jakarta.

Kalau pembangunan Tirta Sangga Jaya dilakukan, ber­samaan itu sungai-sungai be­sar Jakarta juga harus dibe­nahi. Sungai harus tetap ber­fungsi sebagai sungai. Dulu Ja­karta berkembang karena ada sungai Ciliwung, sungai Cisa­dane, sungai Bekasi. Kantor Gubernurjenderaljaman dulu, yang sekarang jadi Istana Mer­deka, demikian juga Kota, itu ada di sekitar sungai Ciliwung karena sungai dulu alat trans­portasi orang dari Bogor, dari pinggiran yang masuk ke te­ngah kota.

Ada sungai Dano yang me­lewati Hongaria, melewati de­lapan negara Eropa. Dimulai dari Jerman, di sungai itu lewat kapal besar untuk meng­angkut kargo-kargo, mengang kut mobil-mobil barn dari satu kota ke kota lain lewat sungai. Di sini pun hal itu bisa terjadi. Orang dari terminal peti ke­mas mengirim barang ke Ban­dung, kapalnya bisa masuk sampai di sebelah selatan Cibi­nong. Jadi bisa dibuat pela­buhan-pelabuhan untuk mengangkut barang-barang. Akan terjadi kemudian efek lain, yaitu pengurangan ke­padatan di terminal Tanjong Priok.

Tirta Sangga Jaya bukan persoalan kecil. Bagai­mana cumber pembiaya­annya?
Konsep Syaykh adalah me­ngeluarkan obligasi, ORI, atau Surat utang negara SUN yang dijual kepada kurang lebih 10 persen penduduk Indonesia. Ito bisa salah satu bentuk.

Bisa bentuk lain. Proyek dipenggal-penggal karena ter­kait pembangunan jalan tol. Diserahkan saja sepenggal ini kepada investor siapa, sepenggal ini kepada investor siapa, sepenggal ini kepada in­vestor siapa. Ini pasti akan menjadi jalan yang sangat ramai, siapapun man itu. Yang kedua ini. kalau prinsipnya sudah disetujui pemerintah, adalah menawarkan proyek kepada investor untuk mem­bangun jalan to]. tempat-tem­pat pemberhentian dan se­bagainya.

Menurut saya yang rasional adalah yang kedua ini. diserah­kan kepada investor dengan terlebih dahulu pemerintah memberikan garansi terhadap kemudahan pembebasan ta­nah, garansi penggunaan kalau suatu hari terjadi pemanfaSatan tanah sehingga investor punya kemauan untuk itu.

Kalau pembiayaannya lewat APBN saya kira berat, karena ini proyek sangat besar sekali. Kalau proyek jadi direalisasikan harus disertai gerakan pembudayaan membangun kultur tingkah lake yang bail dalam memperlakukan air. Karena air adalah sumber ki­ hidupan. Dalam konsep Syaykh air adalah sumber kehidupan. Air bukan hanya digunakan menjadi air bersih melalui PDAM-PDAM, tetapi juga sebagai alat transportasi. Walau nanti ada tol di sekitar­nya, air harus tetap jadi alat transportasi digabungfungsi­kan sekalian dengan sungai Ci­sadane, Ciliwung, dan Cita­rum.

Dari sisi yuridis, perlu­kah dibuat Undang-Un­dang untuk memayungi proyek Tirta Sangga Jaya ini?
Keppres saja sudah cukup karena kita tidak untuk mem­bangun suatu zona yang eks­klusif. Keppres pasti berda­sarkan undang-undang juga. Kalau ada sesuatu yang prak­tis, kenapa harus cari yang ber­kelok-kelok. Keppres juga cu­kup kuat.

Untuk membuktikan kuatnya dukungan politik terhadap konsep ini?
Hal semacam ini pasti di­konsultasikan dengan DPR, misalnya dengan komisi yang berhubungan dengan infrastruktur, Komisi V. Tapi menurut saya, langkah per­tama meyakinkan tiga penguasa di tiga provinsi, eksekutif dan legislatifnya, lalu pemerintah pusat, juga DPR dan DPD.
Harus dihitung secara lebih teknis soal biaya, dampak lingkungan hidup dan se­bagainya. Mumpung kita membangun di era yang lebih terbuka, tidak add jeleknya didiskusikan sehingga faktor-­faktor lingkungan bisa ter­pelihara oleh kanal semacam ini.

Apalagi proyek besar sema­cam ini, beliau harus road-show ke berbagai pihak untuk meyakinkan bahwa proyek ini feasible dan mungkin dilaku­kan kalau ada kehendak ber­sama.

Lahan Jakarta tidak ter­kena proyek ini tetapi memperoleh keuntungan darinya?
Ada masalah lingkungan yang harus kita hitung. Pem­bangunan kanal tidak me­matikan sungai-sungai yang ada di Jakarta, karena sungai itu juga diperlukan. Belum lagi yang berkaitan dengan dampak lingkungan keke­ringan dan perubahan eko­sistem karena ada kanal. Ti­dak sesederhana membuat sodetan begitu.

Jadi persoalannya bukan semata-mata banjir. Konsep inipun saya kira bukan se­mata-mata tentang mengatasi banjir. Tapi membuat air se­bagai sumber kehidupan bu­kan sumber bencana. Konsep ini tetap harus menghidupkan sungai-sungai yang ada. Ke-13 sungai di Jakarta tidak boleh ada yang mati. Karena kalau sampai coati air laut yang ma­suk ke bawah tanah Jakarta, terjadi intrusi.

Saya kira yang harus dilaku­kan oleh Syaykh selanjutnya adalah, karena beliau mem­punyai jaringan luas, ada in­sinyurnya, panggil mereka itu, coba bikin sesuatu yang sam­pai ke tingkat feasibility stu­dy, sampai soal pembiayaan dan sebagainya. Terns, ba­gaimana model-model pem­bebasan tanah dan pemba­ngunannya. Ketika nanti Syaykh mengatakan penger­jaannya dilakukan oleh rakyat di sekitar situ, maka ini akan mengatasi berbagai persoalan pengangguran di kawasan itu. Tangerang penganggurannya cukup tinggi. Andaikata pro­yek ini jadi, dan mereka di­libatkan, hasilnya pasti luar biasa sekali.

Franklin Delano Rosevelt, ketika Amerika mengalami malaise (krisis ekonomi, red) krisis yang luar biasa, terjadi kelaparan dan pengangguran di mana-mana menawarkan konsep yang namanya new deal. Did membangun infra­struktur, yang mengerjakan rakyat yang tidak punya pe­kerjaan, atau bekas-bekas tentara yang nganggur. Ja­lannya terbangun rakyatnva dapat pekerjaan, dan kewajiban bank-bank membiayai. Pengerjaan Tirta Sangga Jaya juga harus begitu.

*) Slamet Effendi Yusuf, Anggota DPR daerah pemilihan Jawa Tengah.
(Sumber Majalah Berita Indoensia – Edisi 39/2007).

0 Comments:

Post a Comment

<< Home