Tirta Sangga Jaya, Sebuah Ide Besar
Wawancara dengan Slamet Effendi Yusuf *)
Konsep Tirta Sangga Jaya (TSJ) sampai juga ke dalam gedung DPR. Menurut pria ramah yang kini menjabat sebagai Ketua Badan Kehormatan DPR RI ini. TSJ merupakan sebuah gagasan raksasa dan solusi membuat air sebagai sumber kehidupan bukan sumber bencana.
Untuk mengetahui keekonomisan dan manfaat Tirta Sangga Jaya, berikut petikan wawancara eksklusif wartawan Berita Indonesia Maruasas Henry, Hapotsan Tampubolon, serta fotografer Wilson Edward dengan Drs. Slamet Effendi Yusuf, M.Si, politik kawakan yang terpilih menjadi anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah.
Biasa disapa SEY. Slamet yang mantan Ketua GP Ansar sudah mengunjungi Al-Zaytun dan berdiskusi akrab dengan Syaykh Panji Gumilang ketika pembangunan pondok masih dalam tahap-tahap awal. “saya belum pernah melihat tuh, penyelesaian pembangunan hotel yang disebut Wisma Tamu Al-Islah,” kata SEY,.
Apa komentar Anda ten-tang mimpi Syaykh Al-Zaytun Abdussalam Panji Gumilang tentang Tirta Sangga Jaya untuk meny elesaikan banjir Jakarta?
Saya harus mengatakan bahwa ini ide besar. Boleh dikatakan seperti mimpi. Tetapi ide besar semacam ini bisa dilaksanakan apabila Syaykh, dan Al-Zaytun pada umumnya bisa mengkomunikasikan dengan para pengambil keputusan. Dalam hal ini perlu ketemu dengan teman-teman di PU (Departemen Pekerjaan Umum), Presiden atau Wakil Presiden berkaitan dengan ini.
Gagasan ini gagasan raksasa meliputi setidak-tidaknya tiga provinsi yaitu provinsi Banton, Jawa Barat, dan provinsi yang selama ini menjadi penerima masalah yaitu DKI Jakarta. Karena itu ide ini perlu disosialisasikan kepada Gubernur tiga provinsi itu.
Permasalahan banjir Jakarta cenderung semakin kompleks, terbukti awal Februari 2007 semua Jabodetabek terkena banjir?
Kita memperlakukan sungai belum optimal sebagaimana seharusnya fungsi sungai. Bahkan kita menyalahgunakan fungsi sungai. Sungai menjadi latar belakang rumah-rumah, padahal seharusnya menjadi latar depan. Di situlah orang buang sampah tinja dan sebagainya. Fungsinya berubah.
Sungai mengalami pendangkalan, penyempitan dan pencemaran yang luar biasa, limbah semua tumplek blek blek di sungai. Ketika sungai ditambahi aliran air karena hujan dia tak memiliki daya tampung. Akibatnya yang jauh lebih nyata banjir. Itu bicara tentang sungai.
Kemudian hinterland (daerah penyanggah, red) Jakarta yaitu JABODETABEK mengalami perkembangan luar biasa. Mestinya menjadi penampung air hujan, sekarang hinterland-rya juga lewat begitu Baja karena penggunaan perumahan begitu luas. Masterplan untuk kawasan itu juga tidak diikuti secara konsisten. Daerah penyerapan air hilang jadi hutan beton. Belum lagi hilangnya berbagai waduk kecil atau situ, kering, kemudian dipatok menjadi pemukiman atau milik orang.
Sekarang banjir sudah menjadi problem tahunan. Ke depan akan makin menjadi seperti itu, karena kawasan-kawasan resapan di daerah Puncak dan sebagainya sudah penuh dengan berbagai perumahan, sampai sekitar selatan Tangerang menjadi pemukiman yang sangat padat. Ditambah lapangan-lapangan golf yang luas, situ-situ yang kurang, semua membebani Jakarta.
Lalu, bagaimana merealisasikan Tirta Sangga Jaya di saat ego daerah sebagai dampak otonomi daerah masih menguat?
Makanya harus diyakinkan tiga gubernur, pemerintah pusat, DPR pusat, kemudian Presiden dan Wakil Presiden dengan konsep ini.
Kalau saya melihat gambar yang sementara ini ada, itu menjadikan kawasan ini sebuah delta yang dikelilingi oleh apa yang beliau sebut sebagai Tirta Sangga Jaya, atau air yang menyangga kejayaan. Konsep ini akan baik kalau dikomunikasikan kepada mereka yang punya wewenang tentang ini, dengan begitu akan mencairkan apa yang Anda sebut ego daerah karena otonomi daerah.
Konsep ini saya kira akan memberikan peluang perkembangan yang luar biasa. Misalnya sepanjang sungai dibangun tol. Artinya, dia itu di Tatar depan. Menurut saya mungkin bukan jalan tol. Tetapi, sebaiknya jalan biasa saja dimana manusia bisa bebas melewatinya. Dengan begitu pinggir sungai akan menjadi potensi wisata dan potensi bisnis yang bebas.
Tapi kalau misalnya atas dasar pertimbangan pembiayaan akan jadi jalan lingkar tol, tidak ada masalah. Tetapi harus ada pintu-pintu tol pada titik-titik tertentu dimana rakyat sekitar punya akses kepada jaringan ini. Jangan mereka diisolasi melalui tol.
Karena banyak unsur bisnis di sini, kalau Syaykh yang menyosialisasikan seakan dia berkepentingan seperti pengusaha?
Nanti Syaykh bisa menunjukkan bahwa ini bukan untuk kepentingan dia. Tetapi untuk kemaslahatan masyarakat, daerah, dan bangsa. Anda bayangkan kalau kanal dibangun dengan luas tertentu yang bisa dilewati kapal, maka ini adalah tempat pesiar dan di sekitarnya dibangun hotel-hotel. Kawasan ini dalam konsep adalah kawasan yang berkembang.
Oleh karena itu, dalam mengatasi masalah jangan hanya problem yang bersifat politik. Harus diingat problem yang bersifat praktis. Misalnya tanah-tanah yang sudah menjadi milik masyarakat, real estate, lapangan golf, perhitungannya harus seperti itu. Andai konsep ini berada di tanah yang kosong akan amat mudah menyelesaikannya.
Karena itu harus ada keputusan yang jelas sebelum dilakukan feasibility study yang konkrit. Pemerintah melalui Keppres atau Keputusan Presiden harus memutuskan hal ini sebagai proyek nasional. Saya setuju dengan Syaykh, sebaiknya dibentuk sebuah badan otorita yang akan menangani hal ini secara khusus. Karena ini pasti akan menjadi proyek raksasa, harus dijaga jangan sampai menjadi pusat korupsi baru, spekulasi-spekulasi baru dan sebagainya. Sejak awal harus ditangani melalui suatu rules, pengaturan yang jelas supaya bisa diselesaikan dengan baik.
Penanganan banjir di Jabodetabek sampai sekarang tidak memadai. Jakarta dan sekitarnya masih terancam banjir?
Banjir bukan saja akibat tidak adanya sodetan. Lingkungan sekitar Jabodetabek memang lingkungan yang sudah tidak memungkinkan menyerap air hujan. Puncak penuh dengan vila, tidak ada pohon, lalu terjadi air yang terns menggerujuk dari atas langsung ke bawah.
Oleh karena itu, Tirta Sangga Jaya adalah salah satu jalan. Tentu saja ada jalan lain, di sekitar Jakarta bagian selatan dibangun tempat-tempat resapan dalam bentuk waduk-waduk kecil. Dulu ada konsep pemerintah, di setiap real estate ada yang namanya situ, di setiap rumah harus ada tempat resapan. Kalau itu dilakukan sebagian sudah menolong.
Tapi konsep Syaykh sebenarnya bukan hanya sematamata tentang banjir. Tetapi sebuah upaya membangun sebuah kawasan yang merupakan delta, yang di situ dikelilingi oleh sebuah kanal, dan di dalam delta masih ada 13 sungai besar yang selama ini mengairi Jakarta.
Kalau pembangunan Tirta Sangga Jaya dilakukan, bersamaan itu sungai-sungai besar Jakarta juga harus dibenahi. Sungai harus tetap berfungsi sebagai sungai. Dulu Jakarta berkembang karena ada sungai Ciliwung, sungai Cisadane, sungai Bekasi. Kantor Gubernurjenderaljaman dulu, yang sekarang jadi Istana Merdeka, demikian juga Kota, itu ada di sekitar sungai Ciliwung karena sungai dulu alat transportasi orang dari Bogor, dari pinggiran yang masuk ke tengah kota.
Ada sungai Dano yang melewati Hongaria, melewati delapan negara Eropa. Dimulai dari Jerman, di sungai itu lewat kapal besar untuk mengangkut kargo-kargo, mengang kut mobil-mobil barn dari satu kota ke kota lain lewat sungai. Di sini pun hal itu bisa terjadi. Orang dari terminal peti kemas mengirim barang ke Bandung, kapalnya bisa masuk sampai di sebelah selatan Cibinong. Jadi bisa dibuat pelabuhan-pelabuhan untuk mengangkut barang-barang. Akan terjadi kemudian efek lain, yaitu pengurangan kepadatan di terminal Tanjong Priok.
Tirta Sangga Jaya bukan persoalan kecil. Bagaimana cumber pembiayaannya?
Konsep Syaykh adalah mengeluarkan obligasi, ORI, atau Surat utang negara SUN yang dijual kepada kurang lebih 10 persen penduduk Indonesia. Ito bisa salah satu bentuk.
Bisa bentuk lain. Proyek dipenggal-penggal karena terkait pembangunan jalan tol. Diserahkan saja sepenggal ini kepada investor siapa, sepenggal ini kepada investor siapa, sepenggal ini kepada investor siapa. Ini pasti akan menjadi jalan yang sangat ramai, siapapun man itu. Yang kedua ini. kalau prinsipnya sudah disetujui pemerintah, adalah menawarkan proyek kepada investor untuk membangun jalan to]. tempat-tempat pemberhentian dan sebagainya.
Menurut saya yang rasional adalah yang kedua ini. diserahkan kepada investor dengan terlebih dahulu pemerintah memberikan garansi terhadap kemudahan pembebasan tanah, garansi penggunaan kalau suatu hari terjadi pemanfaSatan tanah sehingga investor punya kemauan untuk itu.
Kalau pembiayaannya lewat APBN saya kira berat, karena ini proyek sangat besar sekali. Kalau proyek jadi direalisasikan harus disertai gerakan pembudayaan membangun kultur tingkah lake yang bail dalam memperlakukan air. Karena air adalah sumber ki hidupan. Dalam konsep Syaykh air adalah sumber kehidupan. Air bukan hanya digunakan menjadi air bersih melalui PDAM-PDAM, tetapi juga sebagai alat transportasi. Walau nanti ada tol di sekitarnya, air harus tetap jadi alat transportasi digabungfungsikan sekalian dengan sungai Cisadane, Ciliwung, dan Citarum.
Dari sisi yuridis, perlukah dibuat Undang-Undang untuk memayungi proyek Tirta Sangga Jaya ini?
Keppres saja sudah cukup karena kita tidak untuk membangun suatu zona yang eksklusif. Keppres pasti berdasarkan undang-undang juga. Kalau ada sesuatu yang praktis, kenapa harus cari yang berkelok-kelok. Keppres juga cukup kuat.
Untuk membuktikan kuatnya dukungan politik terhadap konsep ini?
Hal semacam ini pasti dikonsultasikan dengan DPR, misalnya dengan komisi yang berhubungan dengan infrastruktur, Komisi V. Tapi menurut saya, langkah pertama meyakinkan tiga penguasa di tiga provinsi, eksekutif dan legislatifnya, lalu pemerintah pusat, juga DPR dan DPD.
Harus dihitung secara lebih teknis soal biaya, dampak lingkungan hidup dan sebagainya. Mumpung kita membangun di era yang lebih terbuka, tidak add jeleknya didiskusikan sehingga faktor-faktor lingkungan bisa terpelihara oleh kanal semacam ini.
Apalagi proyek besar semacam ini, beliau harus road-show ke berbagai pihak untuk meyakinkan bahwa proyek ini feasible dan mungkin dilakukan kalau ada kehendak bersama.
Lahan Jakarta tidak terkena proyek ini tetapi memperoleh keuntungan darinya?
Ada masalah lingkungan yang harus kita hitung. Pembangunan kanal tidak mematikan sungai-sungai yang ada di Jakarta, karena sungai itu juga diperlukan. Belum lagi yang berkaitan dengan dampak lingkungan kekeringan dan perubahan ekosistem karena ada kanal. Tidak sesederhana membuat sodetan begitu.
Jadi persoalannya bukan semata-mata banjir. Konsep inipun saya kira bukan semata-mata tentang mengatasi banjir. Tapi membuat air sebagai sumber kehidupan bukan sumber bencana. Konsep ini tetap harus menghidupkan sungai-sungai yang ada. Ke-13 sungai di Jakarta tidak boleh ada yang mati. Karena kalau sampai coati air laut yang masuk ke bawah tanah Jakarta, terjadi intrusi.
Saya kira yang harus dilakukan oleh Syaykh selanjutnya adalah, karena beliau mempunyai jaringan luas, ada insinyurnya, panggil mereka itu, coba bikin sesuatu yang sampai ke tingkat feasibility study, sampai soal pembiayaan dan sebagainya. Terns, bagaimana model-model pembebasan tanah dan pembangunannya. Ketika nanti Syaykh mengatakan pengerjaannya dilakukan oleh rakyat di sekitar situ, maka ini akan mengatasi berbagai persoalan pengangguran di kawasan itu. Tangerang penganggurannya cukup tinggi. Andaikata proyek ini jadi, dan mereka dilibatkan, hasilnya pasti luar biasa sekali.
Franklin Delano Rosevelt, ketika Amerika mengalami malaise (krisis ekonomi, red) krisis yang luar biasa, terjadi kelaparan dan pengangguran di mana-mana menawarkan konsep yang namanya new deal. Did membangun infrastruktur, yang mengerjakan rakyat yang tidak punya pekerjaan, atau bekas-bekas tentara yang nganggur. Jalannya terbangun rakyatnva dapat pekerjaan, dan kewajiban bank-bank membiayai. Pengerjaan Tirta Sangga Jaya juga harus begitu.
*) Slamet Effendi Yusuf, Anggota DPR daerah pemilihan Jawa Tengah.
(Sumber Majalah Berita Indoensia – Edisi 39/2007).
0 Comments:
Post a Comment
<< Home