Friday, May 11, 2007

Al-Zaytun Perpaduan Harmonis antara Sistim Pendidikan dan Ekonomi

Wawancara dengan H. Irsyad Djuwaeli,
Ketua Umum Mathla'ul Anwar

Al-Zaytun merupakan teladan bagi gerakan pendidikan, disini sumber daya manusia dan sumber daya keuangan terpadu dengan harmonis, sehingga pendidikan dapat menghidupkan kegiatan ekonomi, dan ekonomi bisa menunjang pendidikan.

Tunggu sebentar, saya masih bersemangat, kira-kira itu wawancara tersebut. Selain merasa bangga dengan sistem arti dari kata yang di ucapkan oleh H. Irsyad Djuwaeli, pendidikan yang ditempuh oleh Al-Zaytun, Djuwaeli juga dalam bahasa Sunda khas Banten. la menolak interupsi dari salah seorang stafnya untuk mengakhiri wawancara.

Ketua umum Mathla'ul Anwar dan juga anggota DPR komisi VIII ini, memang sedang terpompa semangatnya dalam wawancara dengan salah seorang reporter AI-Zaytun, 7 Maret 2006 lalu. Banyak hal yang diungkapkan dalam wawancara tersebut. Selain merasa bangga dengan sistem pendidikan yang ditempuh oleh Al-Zaytun, Djuweli juga sangat berapi-api membahas kondisi dan peran lembaga-lembaga pendidikan Islam hari ini yang menurutnya, belum dapat mandiri dalam rangka megelola sumber keuangan dan masih menjadi beban pemerintah dan masyarakat.

Tokoh perjuangan pembentukan Provinsi Banten yang mempunyai peran signifikan dalam lahirnya provinsi baru, pada 4 oktober 2000 yang lalu ini, juga sangat antusias membahas peran pesantren sebagai benteng peradaban dan al-akhlak al-karimah yang hari ini menurutnya mulai mengendur.

la juga berbicara panjang lobar sekitar pencalonan dirinya menjadi gubernur Banten, tentang visi dan misinya bila kelak is menjadi ¬pemimpin Provinsi termuda di Indonesia ini. Berikut reportase lengkapnya.

Ini adalah kunjungan Bapak yang pertama kah ke Al-Zaytun Bagaimana perasaan Bapak?
Ya, kalau saya baru yang perta¬ma, tetapi orang-orang saya dari Matlaul 'Anwar sudah seringkali ke sini. Dalam kunjungan pertama saya ini, saya mendapat jawa¬ban dari apa yang sebelumnya hanya menjadi dugaan saya, dan jawabannya adalah bahwa Al-Zaytun merupakan te¬ladan bagi gerakan pendidikan, di sini sumber daya manusia dan sumber daya keuangan terpadu dengan harmonis, seh¬ingga pendidikan dapat menghidupkan kegiatan ekonomi, clan ekonomi bisa menunjang pendidikan. Setelah saya diba¬wa oleh Pak Abdul Halim ke areal-areal yang merupakan sumber daya ekonomi, misalnya ke peternakan, ke kultur jaringan, wartel, dan yang lainya, dihitung secara ekonomis semua sarana pendukung tersebut merupakan kekuatan yang cukup besar untuk menggerakkan pendidikan.

Di samping memang pendidikan di sini sudah termasuk cukup mahal karena saya dengar ada 3.500 dolar selama enam tahun. Kalau di bagi-bagi oleh kita, dikurskan termasuk pendidikan yang tinggi nilai ekonominya. Akan tetapi itu dibarengi dengan kualitas, di sini siswa bisa membaca dan menghafal Al-Qur'an, dapat bercakap dengan bahasa Inggris, bahasa Arab, mampu berbahasa Berman, Cina clan bahasa-bahasa asing lainnya yang merupakan bahasa-bahasa internasional, dan ini merupakan aset bagi peserta didik agar mampu bergaul secara internasional. Sistim pendidikan disini sangat terpadu, di satu sisi ada kontribusi besar dari siswa, di sisi lain untuk mengembangkan infrastruktur itu di ambil dari dunia bisnis. jadi tidak membebani masyarakat, tidak membebani pemerintah, sistim pendidikan seperti inilah yang seyogyanya dijadikan contoh oleh lembaga-lembaga pendidikan yang lainnya.

Tapi umumnya, lembaga-lembaga pendidikan yang ada di lingkungan kita ini selalu menjadi beban, beban masyarakat dan juga beban pemerintah. Kalau pemerintah tidak memberikan bantuan tidak bisa membangun, tidak diberikan bantuan untuk merehab tidak bisa memperbaiki sarana yang ada. Berbeda dengan yang saya lihat di Al-Zaytun, disini sangat luar biasa, salah satu contohnya adalah hotel yang ada disini, hotel ini kan setara bintang lima?, subhanallah, biasanya orang tua murid, orang tua santri datang ke pondok tidur di pondok anaknya kan? Di sini kan tidak, wall santri bisa menginap di hotel, jadi dia lihat anaknya, juga ikut rekreasi, dan juga berwisata budaya, sehingga hotel dapat memberikan kontribusi dalam pendanaan pendidikan, ini jarang terjadi, barangkali barn pertama kali ini pendidikan yang clikaitkan dengan gerakan ekonomi, clan menghasilkan in put dan out put yang cukup seimbang. Di satu sisi, kewajiban siswa harus dipenuhi, akan tetapi disini tidak ada tunjangan untuk biaya-biaya pembangunan segala macam, bangunan disiapakan oleh yayasan. Tidak ada sum¬ber dana yayasan dari luar, sumber dananya dikelola dari potensi yang dirniliki oleh yayasan. Saya melihat contoh lain, yaitu dengan merekayasa bangunan dari konstruksi yang sumbernya dibuat sendiri, itu mengurangi biaya 30 persen, kemudian menggunakan teknologi, walaupun teknologinya sudah tinggi, tetapi direkayasa oleh internal yayasan, clan juga tidak ada kontraktor, sehingga keuntungan yang bi¬asanya dinikmati oleh pemborong dapat dinikmati sendiri oleh yayasan, begitu juga dengan kultur jaringan yang dapat memproduksi berbagai pepohonan, jati emas contohnya, jati disini tidak dipotong untuk diambil kayunya, tapi disini memproduksi pohon jad yang dijual pohonnya. Sate pohon bisa menjadi seribu bibit, berapa duit itu?, sedang kalau kayunya yang dijual, paling-paling nunggu lima sepuluh tahun lagi bare bisa dipotong lagi. Dengan demikian disini ada multiple efec, yaitu mendidik manusia secara lugs dan kom¬prehensif, di samping siswa mempunyai pengetahuan, dia juga mampu untuk mempraktikkan ilmu yang ia miliki. Misalnya, insinyur bangunan bisa langsung praktik. jadi efisiensi juga kan?.

Jadi yang saya banggakan dari Pak Panji, sekolah bisnisnya tidak kita dengar, di Matla'ul Anwar beliau menjadi kepala sekolah Aliyah Matla’ull Anwar. Tapi ternyata beliau mampu menjadi ulama yang intelek, dan intelek yang Ulama, sehingga terjadilah komunitas yang ada, yang kemudi¬an bisa bermanfaat.

Bapak katakan bahwa saat ini lembaga-lembaga pendidikan Islam termasuk pesantren-pesantren hanya menjadi beban pemerintah atau beban masyarakat dalam, segi Finansial, belum mandiri. Apa solusi agar pesantren dapat keluar dari kondisi tersebut?
Pertama kita harus mengubah kurikulum. Kurikulum yang kita anut hari ini merupakan kurikulum hafalan, satu arah. jadi hafalan itu belum tentu bisa menerjemahkan, hanya hafalan, ngerti juga tidak. Semestinya selain menghafal, siswa juga dapat memahami makna dari Al-Qur'an, lalu dia mampu untuk menterjemahkan di lapangan untuk dipresentasikan bagi kepentingan umum atau masyarakat. Ini yang belum kita miliki. Yang terjadi sekarang ini adalah, orang¬tua sudah merasa bangga apabila anaknya masuk pesantren dan mampu menghafal Al-Qur'an walau tidak mengerti maknanya, karena target menyekolahkan anak dipesantren sangat sederhana, yaitu bisa ngimam, bisa ngadoa, bisa nyolatin orang mati, itu saja. Akhirnya kan terbatas, sedangkan ngimam atau shalat itu kan memerlukan dana juga. Tidak Mungkin kita shalat tanpa busana, busana tidak mugkin ada kalau kita tidak beli, tidak bisa dibeli kalau kita tidak memiliki sumber penghasilan. Kalau Anda misalnya menjadi guru, gaji guru sekarang kan bisa dihitung, kalau mengandalkan gaji guru saja, sekarang berapa duit? Ekonominya tinggi, pendapatan rendah, akhirnya utang yang menumpuk, tiap bulan kena potong koperasi, sumber lain nggak ada, ini berdampak kepada rendahnya kualitas guru yang secara oto-matis kualitas muridpun nggak bisa terjamin, kenapa? Karena guru tidak lagi memikirkan bagaimana caranya mentransfer ilmu pengetahuan dalam masyarakat, karena dia sendiri dikejar oleh kebutuhan hidup, akhirnya ngojek dan segala macam lainnya.

Dari sistem pendidikan saja saya sudah salut dengan Al-Zaytun. Artinya tidak ada guru yang di luar, berarti hidupnya dijamin. Jadi bila ada anggapan tentang sumber dana yang tidak kita ketahui. Ternyata setelah saya pelajari, saya ini orang bisnis Pak, saya pedagang, saya mempunyai perusahaan sebelum saya menjadi anggota DPR. dari kultur jaringan saja, bisa memperbanyak bibit yang ada, dari satu pohon saja, memang kalau ditebang habis, ya cuma itu saja hasilnya, tetapi kalau tiap pohon menghasilkan seribu, ada berapa pohon? Dijual, sudah menghasilkan jutaan dolar, dari itu saja sudah cukup membangun masjid. Belem lagi peternakan yang tanpa perkawinan alami, hanya satu bibit saja tanpa lalakina, bisa ngeluarkan atau melahirkan anak, itu kan proses, teknologi, itu duit juga, ekonomis.

Kalau dilihat memang kecil, tetapi di dalamnya besar. Saya bisa katakan ini sudah tingkat konglomerasi, bukan tingkat pedagang kecil, uang berputar miliyaran. Saya belum ngobrol banyak dengan Syaykh Panji, tetapi saya lihat ini potensi besar. Orang kan heran membangun gedung bertingkat-tingkat seperti ini. Ini tentu memerlukan modal dasar untuk bisa mencapainya, ada peternakan, ada perikanan, ada siswa, tentu ada infrastruktrur yang dibuat dulu, asra¬ma, gedung sekolah. Itu semua memerlukan modal dasar, dan itu tidak perlu kita tanya dari mana. Yang penting pengembangannya, modal dasar di mana pun memang diper¬lukan. Ingin menjadi guru misalnya, harus memiliki modal dasar pengetahuan, etos kerja, kedisiplinan Berta prestasi.

Disisi lain, di sini ada kombinasi, ada keterpaduan sistem, sehingga sistem nilai moral dengan nilai agama sekaligus dengan bisnis dipadukan menjadi satu, mencapai puncak, mencapai Rahmatan lil 'almin, mencapai puncak masyarakat yang sejahtera karena ada ilmu pengetahuan, ada bisnis, ada computerize, segala macam. Saya alhamdulilah tadi bilang ke Pak Panji, kakak saya ini, beliau juga guru saya, saya sudah ke Jakarta jadi ketua KAPPI beliau jadi kepala sekolah aliyah. Saya juga nggak tahu beliau pergi dari Menes, tahu-tahu sudah begini. Wong saya nggak tahu urusannya, tahu-tahu hasilnya saja kita lihat. Itulah kira-kira pendapat kami dari MA, dan mulai kita jalin kerja sama sekarang, selain juga alumni-alumni Al-Zaytun atau pun barisan-barisan kader masa lalu, yang dari PII, GPI, yang ada terkait dengan komunitas kita itu bisa menyebarkan, mendorong MA, ber¬gabunglah, agar syariat Islam ini bukan menjadi dasar negara, tetapi syariat Islam ini menjadi dasar keimanan seseorang, harus berani kita menekannya.
Bila saya menjadi gubernur Banten akan saya perjuangkan syariat Islam, asal tidak mengubah Pancasila sebagai persatuan negara atau harus mengubah NKRI, sebab itu sudah final. Yang belum final itu adalah bagaimana syariat Islam itu diakui kebenaranya, dipahami, dikerjakan oleh umat Islam, menjadi contoh bagi agama lain. Artinya jan¬gan sampai orang Islam yang jadi panutan justru korupsi. Kalau kita tidak korupsi kan jadi contoh orang lain, oh hebat orang Islam. jadi, saya tidak ada cita-cita untuk mendirikan Negara Islam, saya punya cita-cita bagaimana syariat Islam itu bukan hanya dihormati oleh semua orang, tetapi paling tidak dilaksanakan, diamalkan oleh orang Islam. Banten kan 98 persen umat Islam.

Syaykh, dalam sambutannya mengajak untuk menata pesantren dengan sistem yang modern, atau menata modern sistem dalam kehidupan pesantren, artinya pesantren spirit but modem system?
Oh ya, itu harus kita padukan. Artinya malam ada pengajian agama, siang pengajian umum, harus ada keterpaduan antara kurikulum agama dan kurikulum umum. Kita menganut paham yang mengacu ke Diknas dan ke Departemen Agama kan. Malam harus bisa mentransformas, ilmu agama, ada nahwu sharaf, ada tajwid Al-Qur'an. Itu namanya keterpaduan antara kurikulum Depag dengan kurikulum Diknas. Itu nanti akan melahirkan ulama yang intelek, intelek yang ulama. Ini yang namanya perubahan-perubahan dari yang konvensional ke yang modern. Modernisasi yang ada adalah perubahan sistem pendidikan, adapun nilai-nilai pendidikanya sama, kalau dulu kitab kaum salaf adalah kitab gundul, sekarang kitab itu sudah ada terjemahannya semua. Bedanya cuma itu saja, kalau dulu sekolah¬nya pakai kain dan sarung, dan ngedapang, kalau sekarang duduk pakai kursi. Sekarang gurunya pakai dasi, kalau dulu guru pakai dasi itu haram, kafir, karena pemikiranya belum modern. Di Menes, dulu khotbah ngegundulan nggak pakai peci dianggap tidak syah.
Di Menes, sekarang shalat sudah boleh pakai pantalon, pakai celana panjang. Dulu Syaykh Panji di usir kalau datang nggak pakai peci ke Menes, sekarang sudah bebas. Ketua Umum saja juga karena man ke sini saja pakai peci, hari-hari mah biasa. Jadi, perpaduan, kitab-kitab salafi yang diterjemahkan, oleh kita yang paham modern ini terns digunakan, sebab yang tidak bisa dimodernkan itu. akidah. Yang namanya sifat ibadah amaliah itu dimodernkan boleh, tetapi ka¬lau akidah tidak bisa dimodernkan. Rukun iman ada enam, nggak bisa itu dikatakan rukun iman ada empat. Jadi, kalau ingin membuka pencerahan kepada masyarakat yang masyarakat sendiri bisa menerima dengan asumsi-asumsi baru, atau gaya-gaya baru, atau model-model baru, karena tidak bertentangan dengan Islam, tetapi hanya cara yang beda. Nah Al-Zaytun dan MA ini punya peranan yang cukup signifikan untuk itu. Itu yang saya bilang tadi, Al-Zaytun adalah MA clan MA adalah Al-Zaytun.

Dulu pesantren mampu menjadi benteng peradaban, kebudayaan, moralitas dan akhlak bagi bang¬sa Indonesia. Sekarang Komisi Delapan pusing-pusing membuat RUU Pornografi dan sebagainya, apakah fungsi pesantren yang hari ini mulai pudar atau bagaimana menurut pendapat Bapak?
Ya, sekarang pesantrennya juga sudah terkontaminasi dengan nilai-nilai dari luar, karena gurunya, kiainya yang biasanya menekuni pendidikan sudah menjadi orang politik, ingin menjadi anggota DPR, ingin ini, ingin itu. Ini sudah meninggalkan basis, akhirnya bukan alat budaya lagi, bukan alat pembangunan mental spiritual, tetapi hanya sekum¬pulan santri yang mentalitasnya kendor. Nah, dengan adanya hal ini mestinya kiai-kiai kembali ke barak, tidak usah main politiklah, kembali ke asal, tatalah pendidikan dengan baik, kaitkan pendidikan dengan ekonomi, seperti Pak Syaykh Panji Gumilang ini.
(Sumber : Majalah Al-Zaytun – Edisi 44/2006)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home