Sunday, June 03, 2007

Tirta Sangga Jaya, Sebuah Ide Besar

Wawancara dengan Slamet Effendi Yusuf *)

Konsep Tirta Sangga Jaya (TSJ) sampai juga ke dalam gedung DPR. Menurut pria ramah yang kini menjabat sebagai Ketua Badan Kehormatan DPR RI ini. TSJ merupakan sebuah gagasan raksasa dan solusi membuat air sebagai sumber kehidupan bukan sumber bencana.

Untuk mengetahui keekonomisan dan manfaat Tirta Sangga Jaya, berikut petikan wawancara eksklusif wartawan Berita Indonesia Maruasas Henry, Hapotsan Tampubolon, serta fotografer Wilson Edward dengan Drs. Slamet Effendi Yusuf, M.Si, politik kawakan yang terpilih menjadi anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah.

Biasa disapa SEY. Slamet yang mantan Ketua GP Ansar sudah mengunjungi Al-Zaytun dan berdiskusi akrab dengan Syaykh Panji Gumilang ketika pembangunan pondok masih dalam tahap-tahap awal. “saya belum pernah melihat tuh, penyelesaian pembangunan hotel yang disebut Wisma Tamu Al-Islah,” kata SEY,.


Apa komentar Anda ten-tang mimpi Syaykh Al-Zaytun Abdussalam Panji Gumilang tentang Tirta Sangga Jaya untuk me­ny elesaikan banjir Ja­karta?
Saya harus mengatakan bahwa ini ide besar. Boleh dikatakan seperti mimpi. Tetapi ide besar semacam ini bisa dilaksanakan apabila Syaykh, dan Al-Zaytun pada umumnya bisa mengkomunikasikan de­ngan para pengambil keputus­an. Dalam hal ini perlu ketemu dengan teman-teman di PU (Departemen Pekerjaan Umum), Presiden atau Wakil Presiden berkaitan dengan ini.

Gagasan ini gagasan raksasa meliputi setidak-tidaknya tiga provinsi yaitu provinsi Banton, Jawa Barat, dan provinsi yang selama ini menjadi penerima masalah yaitu DKI Jakarta. Karena itu ide ini perlu diso­sialisasikan kepada Gubernur tiga provinsi itu.

Permasalahan banjir Jakarta cenderung sema­kin kompleks, terbukti awal Februari 2007 se­mua Jabodetabek terkena banjir?
Kita memperlakukan sungai belum optimal sebagaimana seharusnya fungsi sungai. Bah­kan kita menyalahgunakan fungsi sungai. Sungai menjadi latar belakang rumah-rumah, padahal seharusnya menjadi latar depan. Di situlah orang buang sampah tinja dan seba­gainya. Fungsinya berubah.

Sungai mengalami pendang­kalan, penyempitan dan pen­cemaran yang luar biasa, lim­bah semua tumplek blek blek di sungai. Ketika sungai ditam­bahi aliran air karena hujan dia tak memiliki daya tam­pung. Akibatnya yang jauh lebih nyata banjir. Itu bicara tentang sungai.

Kemudian hinterland (dae­rah penyanggah, red) Jakarta yaitu JABODETABEK meng­alami perkembangan luar biasa. Mestinya menjadi pe­nampung air hujan, sekarang hinterland-rya juga lewat be­gitu Baja karena penggunaan perumahan begitu luas. Mas­terplan untuk kawasan itu juga tidak diikuti secara konsisten. Daerah penyerapan air hilang jadi hutan beton. Belum lagi hilangnya berbagai waduk kecil atau situ, kering, kemu­dian dipatok menjadi pemu­kiman atau milik orang.

Sekarang banjir sudah men­jadi problem tahunan. Ke depan akan makin menjadi seper­ti itu, karena kawasan-kawasan resapan di daerah Puncak dan sebagainya sudah penuh de­ngan berbagai perumahan, sampai sekitar selatan Tange­rang menjadi pemukiman yang sangat padat. Ditambah la­pangan-lapangan golf yang luas, situ-situ yang kurang, semua membebani Jakarta.

Lalu, bagaimana mere­alisasikan Tirta Sangga Jaya di saat ego daerah se­bagai dampak otonomi daerah masih menguat?
Makanya harus diyakinkan tiga gubernur, pemerintah pusat, DPR pusat, kemudian Presiden dan Wakil Presiden dengan konsep ini.

Kalau saya melihat gambar yang sementara ini ada, itu menjadikan kawasan ini se­buah delta yang dikelilingi oleh apa yang beliau sebut sebagai Tirta Sangga Jaya, atau air yang menyangga kejayaan. Konsep ini akan baik kalau dikomunikasikan kepada me­reka yang punya wewenang tentang ini, dengan begitu akan mencairkan apa yang Anda sebut ego daerah karena otonomi daerah.

Konsep ini saya kira akan memberikan peluang perkem­bangan yang luar biasa. Misal­nya sepanjang sungai diba­ngun tol. Artinya, dia itu di Tatar depan. Menurut saya mungkin bukan jalan tol. Te­tapi, sebaiknya jalan biasa saja dimana manusia bisa bebas melewatinya. Dengan begitu pinggir sungai akan menjadi potensi wisata dan potensi bisnis yang bebas.

Tapi kalau misalnya atas dasar pertimbangan pem­biayaan akan jadi jalan lingkar tol, tidak ada masalah. Tetapi harus ada pintu-pintu tol pada titik-titik tertentu dimana rakyat sekitar punya akses kepada jaringan ini. Jangan mereka diisolasi melalui tol.

Karena banyak unsur bisnis di sini, kalau Syaykh yang menyosiali­sasikan seakan dia berke­pentingan seperti peng­usaha?
Nanti Syaykh bisa menun­jukkan bahwa ini bukan untuk kepentingan dia. Tetapi untuk kemaslahatan masyarakat, daerah, dan bangsa. Anda bayangkan kalau kanal dibangun dengan luas tertentu yang bisa dilewati kapal, maka ini adalah tempat pesiar dan di sekitarnya dibangun hotel-hotel. Kawasan ini dalam konsep adalah kawasan yang berkem­bang.

Oleh karena itu, dalam mengatasi masalah jangan hanya problem yang bersifat politik. Harus diingat problem yang bersifat praktis. Misalnya tanah-tanah yang sudah men­jadi milik masyarakat, real es­tate, lapangan golf, perhitu­ngannya harus seperti itu. An­dai konsep ini berada di tanah yang kosong akan amat mudah menyelesaikannya.

Karena itu harus ada kepu­tusan yang jelas sebelum dila­kukan feasibility study yang konkrit. Pemerintah melalui Keppres atau Keputusan Presi­den harus memutuskan hal ini sebagai proyek nasional. Saya setuju dengan Syaykh, sebaiknya dibentuk sebuah badan otorita yang akan me­nangani hal ini secara khusus. Karena ini pasti akan menjadi proyek raksasa, harus dijaga jangan sampai menjadi pusat korupsi baru, spekulasi-spe­kulasi baru dan sebagainya. Sejak awal harus ditangani melalui suatu rules, peng­aturan yang jelas supaya bisa diselesaikan dengan baik.

Penanganan banjir di Jabodetabek sampai se­karang tidak memadai. Jakarta dan sekitarnya masih terancam banjir?
Banjir bukan saja akibat tidak adanya sodetan. Ling­kungan sekitar Jabodetabek memang lingkungan yang su­dah tidak memungkinkan me­nyerap air hujan. Puncak pe­nuh dengan vila, tidak ada pohon, lalu terjadi air yang terns menggerujuk dari atas langsung ke bawah.

Oleh karena itu, Tirta Sang­ga Jaya adalah salah satu jalan. Tentu saja ada jalan lain, di se­kitar Jakarta bagian selatan di­bangun tempat-tempat resap­an dalam bentuk waduk-wa­duk kecil. Dulu ada konsep pe­merintah, di setiap real estate ada yang namanya situ, di setiap rumah harus ada tempat resapan. Kalau itu dilakukan sebagian sudah menolong.

Tapi konsep Syaykh sebe­narnya bukan hanya semata­mata tentang banjir. Tetapi se­buah upaya membangun se­buah kawasan yang merupa­kan delta, yang di situ dikeli­lingi oleh sebuah kanal, dan di dalam delta masih ada 13 sungai besar yang selama ini mengairi Jakarta.

Kalau pembangunan Tirta Sangga Jaya dilakukan, ber­samaan itu sungai-sungai be­sar Jakarta juga harus dibe­nahi. Sungai harus tetap ber­fungsi sebagai sungai. Dulu Ja­karta berkembang karena ada sungai Ciliwung, sungai Cisa­dane, sungai Bekasi. Kantor Gubernurjenderaljaman dulu, yang sekarang jadi Istana Mer­deka, demikian juga Kota, itu ada di sekitar sungai Ciliwung karena sungai dulu alat trans­portasi orang dari Bogor, dari pinggiran yang masuk ke te­ngah kota.

Ada sungai Dano yang me­lewati Hongaria, melewati de­lapan negara Eropa. Dimulai dari Jerman, di sungai itu lewat kapal besar untuk meng­angkut kargo-kargo, mengang kut mobil-mobil barn dari satu kota ke kota lain lewat sungai. Di sini pun hal itu bisa terjadi. Orang dari terminal peti ke­mas mengirim barang ke Ban­dung, kapalnya bisa masuk sampai di sebelah selatan Cibi­nong. Jadi bisa dibuat pela­buhan-pelabuhan untuk mengangkut barang-barang. Akan terjadi kemudian efek lain, yaitu pengurangan ke­padatan di terminal Tanjong Priok.

Tirta Sangga Jaya bukan persoalan kecil. Bagai­mana cumber pembiaya­annya?
Konsep Syaykh adalah me­ngeluarkan obligasi, ORI, atau Surat utang negara SUN yang dijual kepada kurang lebih 10 persen penduduk Indonesia. Ito bisa salah satu bentuk.

Bisa bentuk lain. Proyek dipenggal-penggal karena ter­kait pembangunan jalan tol. Diserahkan saja sepenggal ini kepada investor siapa, sepenggal ini kepada investor siapa, sepenggal ini kepada in­vestor siapa. Ini pasti akan menjadi jalan yang sangat ramai, siapapun man itu. Yang kedua ini. kalau prinsipnya sudah disetujui pemerintah, adalah menawarkan proyek kepada investor untuk mem­bangun jalan to]. tempat-tem­pat pemberhentian dan se­bagainya.

Menurut saya yang rasional adalah yang kedua ini. diserah­kan kepada investor dengan terlebih dahulu pemerintah memberikan garansi terhadap kemudahan pembebasan ta­nah, garansi penggunaan kalau suatu hari terjadi pemanfaSatan tanah sehingga investor punya kemauan untuk itu.

Kalau pembiayaannya lewat APBN saya kira berat, karena ini proyek sangat besar sekali. Kalau proyek jadi direalisasikan harus disertai gerakan pembudayaan membangun kultur tingkah lake yang bail dalam memperlakukan air. Karena air adalah sumber ki­ hidupan. Dalam konsep Syaykh air adalah sumber kehidupan. Air bukan hanya digunakan menjadi air bersih melalui PDAM-PDAM, tetapi juga sebagai alat transportasi. Walau nanti ada tol di sekitar­nya, air harus tetap jadi alat transportasi digabungfungsi­kan sekalian dengan sungai Ci­sadane, Ciliwung, dan Cita­rum.

Dari sisi yuridis, perlu­kah dibuat Undang-Un­dang untuk memayungi proyek Tirta Sangga Jaya ini?
Keppres saja sudah cukup karena kita tidak untuk mem­bangun suatu zona yang eks­klusif. Keppres pasti berda­sarkan undang-undang juga. Kalau ada sesuatu yang prak­tis, kenapa harus cari yang ber­kelok-kelok. Keppres juga cu­kup kuat.

Untuk membuktikan kuatnya dukungan politik terhadap konsep ini?
Hal semacam ini pasti di­konsultasikan dengan DPR, misalnya dengan komisi yang berhubungan dengan infrastruktur, Komisi V. Tapi menurut saya, langkah per­tama meyakinkan tiga penguasa di tiga provinsi, eksekutif dan legislatifnya, lalu pemerintah pusat, juga DPR dan DPD.
Harus dihitung secara lebih teknis soal biaya, dampak lingkungan hidup dan se­bagainya. Mumpung kita membangun di era yang lebih terbuka, tidak add jeleknya didiskusikan sehingga faktor-­faktor lingkungan bisa ter­pelihara oleh kanal semacam ini.

Apalagi proyek besar sema­cam ini, beliau harus road-show ke berbagai pihak untuk meyakinkan bahwa proyek ini feasible dan mungkin dilaku­kan kalau ada kehendak ber­sama.

Lahan Jakarta tidak ter­kena proyek ini tetapi memperoleh keuntungan darinya?
Ada masalah lingkungan yang harus kita hitung. Pem­bangunan kanal tidak me­matikan sungai-sungai yang ada di Jakarta, karena sungai itu juga diperlukan. Belum lagi yang berkaitan dengan dampak lingkungan keke­ringan dan perubahan eko­sistem karena ada kanal. Ti­dak sesederhana membuat sodetan begitu.

Jadi persoalannya bukan semata-mata banjir. Konsep inipun saya kira bukan se­mata-mata tentang mengatasi banjir. Tapi membuat air se­bagai sumber kehidupan bu­kan sumber bencana. Konsep ini tetap harus menghidupkan sungai-sungai yang ada. Ke-13 sungai di Jakarta tidak boleh ada yang mati. Karena kalau sampai coati air laut yang ma­suk ke bawah tanah Jakarta, terjadi intrusi.

Saya kira yang harus dilaku­kan oleh Syaykh selanjutnya adalah, karena beliau mem­punyai jaringan luas, ada in­sinyurnya, panggil mereka itu, coba bikin sesuatu yang sam­pai ke tingkat feasibility stu­dy, sampai soal pembiayaan dan sebagainya. Terns, ba­gaimana model-model pem­bebasan tanah dan pemba­ngunannya. Ketika nanti Syaykh mengatakan penger­jaannya dilakukan oleh rakyat di sekitar situ, maka ini akan mengatasi berbagai persoalan pengangguran di kawasan itu. Tangerang penganggurannya cukup tinggi. Andaikata pro­yek ini jadi, dan mereka di­libatkan, hasilnya pasti luar biasa sekali.

Franklin Delano Rosevelt, ketika Amerika mengalami malaise (krisis ekonomi, red) krisis yang luar biasa, terjadi kelaparan dan pengangguran di mana-mana menawarkan konsep yang namanya new deal. Did membangun infra­struktur, yang mengerjakan rakyat yang tidak punya pe­kerjaan, atau bekas-bekas tentara yang nganggur. Ja­lannya terbangun rakyatnva dapat pekerjaan, dan kewajiban bank-bank membiayai. Pengerjaan Tirta Sangga Jaya juga harus begitu.

*) Slamet Effendi Yusuf, Anggota DPR daerah pemilihan Jawa Tengah.
(Sumber Majalah Berita Indoensia – Edisi 39/2007).
Bacaan Selanjutnya!

Pandangan Tidak Tepat pada Islam, Sikapi dengan Damai

Wawancara Syaykh Al-Zaytun dengan Tim JurnalisEWC-AS

Syaykh Al-Zaytun Dr. Abdussalam Panji Gumilang, mengatakan sesungguhnya pemandangan orang terhadap Islam atau muslim, dan pemandangan muslim terhadap orang lain terkadang ada cara pandang yang tidak tepat. Untuk itu, kata Syaykh, di AI-Zaytun kami mengajarkan toleransi dan damai. Tatkala kita memandang atau melihat orang gang mengikapi muslim dengan sikap gang tidak tepat, kita berikan sikap toleransi dan damai, namun kita akan jelaskan yang sebenarnya bukan seperti itu.

Oleh sebab itu sikap toleran dan damai akan melandasi persahabatan yang abadi. Untuk itu antara Amerika dan Indonesia, khususnya Al-Zaytun, mari kita tegakkan sikap toleran dan damai di dunia ini," kata Syaykh Al-Zaytun menjawab pertanyaan perihal adanya perbedaan ide dan persepsi antara timur dan barat dan bagaimana seharusnya pemerintah Amerika Serikat bersikap. Pertanyaan itu dilontarkan Tim Jurnalis East West Center (EWC) Hawaii, Amerika Serikat, yang berkunjung ke Al­Zaytun, Indramayu, dipimpin oleh Mr Richard Baker, 19-20 Mei 2007.

Kunjungan ini merupakan kunjungan kedua. Kunjungan kali ini mereka sebut bertema: Building Understanding Between The United States and The Asian Muslim Word. Sejumlah pertanyaan mereka ajukan dalam wawancara dengan Syaykh Al-­Zaytun Abdussalam Panji Gumilang, Minggu 20 Mei 2007, setelah sehari sebelumnya tim jurnalis EWC ikut menghadiri acara peletakan batu asas pembangunan Pusat Pendidikan Putra-Putri Bangsa Indonesia di Cibanoang, Kecamatan Gantar, Indramayu.

Tatkala Tim EWC bertanya, bagaimana pemerintah kami bisa berbuat baik? Syaykh mengatakan sesungguhnva berbuat baik memang tidak mudah, namun juga tidak sulit. Tapi berbuat baik untuk diterima baik orang lain tidak semudah membalikkan telapak tangan. Oleh sebab itu, kita tidak boleh mengurangi kesabaran. "Pemerintah Amerika dan bangsa Indonesia mestinya mengerti tentang perbuatan baik itu harus dibuat setup saatt. Dan jangan bosan‑ bosan, walapun ditentang banyak orang. Tapi lima, 10, 20 tahun ke depan akan dipahami oleh banyak orang," kata Syaykh Al-Zaytun, tokoh pemangku pendidikan, dan pembelajar demokrasi, toleransi dan perdamaian itu.
Tim jurnalis EWC-AS itu adalah Mr Richard Baker (Special Asistant to the President), Ms Abugail Sines (Semi­nar Program Specialist), Mr Jamse Gibney (Deputy Managing Editor, Athlantic Monthly, Washington DC), Mr Eric Gorski (Religion writer, Associated Press, Denver Coolorado), Ms Cathy Grossman (Religion writer USA Today, Washington DC), Mr James O,toole, (Politics Editor, Pittsbburgh Post Gazette, Pittsburgh Pennsylvania), Ms Stephany Shapiro, (Fautures writer, Baltimore, Mary­land), Ms Janet Tu (Religion Reporter , Seatle Times Washington), K Oanh Ha (Host, Pacific Time, KQEN 26ol Mariposa Street, San Fransisco). Ms Norila Mohd Daud (Presiders National Union of Journalists Malaysia), dan Eva Danayanti (Yayasan Pantau, Indonesia).

Mereka mengajukan sejumlah pertanyaan. Antara lain visi-misi Al­Zaytun, dari mana dana pembangunan Al-Zaytun, bagaimana aktifitas Syaykh ketika umur 25 tahun, apakah Al-Zaytun bisa dicontoh oleh negara lain? Juga tentang adanya ummat Islam Indone­sia menginginkan syariat Islam dijalankan di Indonesia dan apakah Syaykh ingin menjadi seorang politisi?

Syaykh menyambut kehadiran Tim EWC itu dengan sangat terbuka penuh rasa persaahabatan, serta menjawab semua pertanyaan dengan lepas apa adanya. Pada bagian awal Syaykh menjelaskan bahwa die barn tiba kembali ke Kampus Al-Zaytun jam 18.3o, namun merasa tidak pernah capai. "Bahkan, senang bisa bertemu dengan sahabat-sahabat dari Amerika, Malaysia dan lain-lain. Apa yang bisa kami informasikan untuk Anda semua?" sapa Syaykh. Tapi, kata Syaykh, berikan saya kesempatan berbicara dengan bahasa saya, dan Pak Richard menerjemahkan dengan baik, supaya tidak ada salah paham dalam mengungkapkan apa yang diinformasikan. Mr Richard Baker, pimpinan rombongan, memang sangat fasih berbahasa Indonesia. Dialog pun berlangsung akrab. Berikut ini petikannya:

Kami melihat Al-Zaytun ini adalah sebuah proyek besar. Bisa Anda jelaskan apa sebenarnya visi misi yang dijalankan oleh Al-Zaytun?
Proyek yang kita buat ini bukan proyek yang besar, ini proyek yang wajar-wajar saja. Adapun visinya adalah untuk kemanusiaan, supaya bisa tercipta ketentraman di bumf sehingga tercipta kehidupan yang baik.

Dari mana ide-idenya?
Ide-ide ini adalah ajaran besar dari Ilahi yang pernah disampaikan oleh manusia-manusia besar, yang memiliki pemikiran besar, cita-cita besar. Yang kesemuanya itu sejak dari zaman dahulu sampai kini terns berjalan, tidak pernah putus. Dan kami melanjutkan cita-cita indah dari pare pendahulu kita itu. Kite teruskan supaya kalau boleh lebih indah lagi. Sehingga tercipta kemanusiaan yang satu di dunia ini, same-same menjunjung tinggi kebahagiaan bersama. Dan ini harus dimulai dari pendidikan clan ekonomi, atau ekonomi dan pendidikan.

Dapatkah Anda sampaikan kepada kami, kapan Anda mulai memiliki cita-cita meneruskan cita-cita besar tersebut?
Cita-cita seperti ini sudah tumbuh dari sejak saya masih kecil. Tatkala masih belajar di sekolah dasar. Saya melihat guru saya selalu memberikan pelajaran, clan saya ingin seperti guru saya. Karena saya anggap guru itu adalah pelanjut dari kebudayaan kemanusiaan. Dan kami tengok kehidupan bangsa dari sejarah dan dari perjalanan kehidupan bangsa ini. Juga kehidupan bangsa–bangsa lain, bangsa­bangsa di dunia. Dari situlah kami

lanjutkan sampai hari ini, bekerja bersama-sama dengan para sahabat, baik sahabat An dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sebab kami selalu menekankan persahabatan tanpa membedakan siapa dia dan apa yang dia peluk dalam keagamaan maupun lain­lainnya. Dari situlah maka kami melanjutkan perjalanan pendidikan dan menggerakkan perekonomian bagi lingkungan kami di sini. Itu apa yang kami cita-citakan bersama sahabat­sahabat.

Sangat menarik sekali penjelasan Anda. Yang ingin saya tanyakan dari mans dana itu?
Pergerakan ekonomi dan pergerakan pendidikan selalu mendatangkan dana, sekalipun pada mulanya kita harus mendanai. Oleh sebab itu, kami selalu mendatangkan dana dan juga memprsiapkan dana. Adapun persiapan dana kami adalah dari seluruh yang ikut bersama-sama menjalankan pendidikan di sini. Dan harap dimaklumi bahwa Al­Zaytun ini dibangun dari titik yang sangat kecil sekali. Modal kami tidak satu dolar tapi seperseratus dolar, An awalnuya. Namun kami kumpulkan seluruh sahabat, maka menjadi beberapa dolar, mungkin hari ini ada juta dolar. Yang Anda semua saksikan seakan-akan besar, padahal awalnya adalah kecil. Dan kami selalu berpuasa. Kami tidak man makan nasi banyak sebelum punya nasi sendiri.

Siapa yang mengumpulkannya?
Yang mengumpulkannya adalah yang pertama dari diri sendiri, kemudian mengajak kawan-kawan. Dan hari ini pun kami akan mengajak sahabat­sahabat dari Amerika, mari kita kolektif.

Apakah dari kelompok kecil ini bisa membangun yang sebesar ini?
Amerika membangun Amerika adalah dari kemlompok keeil. Namun karena sudah lebih dari 200 tahun maka menjadi besar. Dan Al-Zaytun sudah berjalan delapan tahun. Delapan tahun memang cukup pendek, tapi dari pendek inilah kami kumpulkan. Dan kami Saban hari berpusasa, tidak makan nasi banyak-banyak, tidak makan gula banyak-banyak, tidak makan garam banyak-banyak, kami kumpulkan semua, dan nanti akan makan nasi banyak, gula banyak, dan garam banyak. Kata orang China Ipu-Ipu Lai, Ta Tau Mutiti, step by step menjadi besar.

Ada dana dari luar negeri?
Dana dari luar negeri satu di antaranya hari ini Anda akan memberi dana karena Anda menginap di hotel.

Dan tahun lalu pun Anda tinggal di sini dan membayar hotel di sini. Dan bangsa Indonesia menurut saya kaya. Karena apa? Karena jumlahnya banyak, dan kalau saya minta satu dolar dari setiap bangsa Indonesia kami mendapatkan 250 juta dolar. Itulah kami istilahkan Indonesia kaya, kalau kami man minta.

Bisa dijelaskan berapa bujet biaya yang dikeluarkan, kemudian dana yang diperoleh?
Baik! Kami punya murid di sini sebanyak lebih dari 7000 orang. Murid sekolah menengah 7000 lebih, perguruan tinggi 600, guru 600, kemudian karyawan igoo orang. Penghuni di sini lebih dari 11 sampai 12 ribu orang. Satu hari kami menyiapkan nasi 5 ton, satu kilo 6 ribu rupiah. Itu untuk nasi. Kami setiap hari memotong sapi tiga kepala, satu kilogram hidup harganya 15 ribu rupiah. Setiap hari kita potong 3 kepala, dikalikan 600 Kg, dikalikan 15 ribu. Setiap hari kami harus mempersiapkan telur paling sedikit 700 Kg. Dan setiap hari kami harus menyiapkan ikan laut dan ikan darat lebih dari 600 Kg. Kami menyiapkan gula tidak kurang dari 300 Kg. Kami tidak menghitung semua itu, namun kami harus mengadakan. Yang bisa kami tanam kami tanam, yang tidak bisa, kami beli. Karena kami mempunyai padi banyak, kami jual padi dan kami belikan gula. Begitulah hari­hari kami berjalan. Jadi terkadang kita tukar dan kadang-kadang kita menyiapkan sendiri. Itulah program, dan itulah pembiayaan setiap hari, dan berjalan sepanjang tahun. Kalau itu kami hitung dengan uang maka kami tidak man menyiapkan. Lebih baik di taruh di bank tinggal mengambil faedahnya, dan kami duduk di kursi sambil menyanyi: Bengawan Solo.

Ketika Anda masih muds apa yang ands kerjakan. Bagaimana sejarahanya sehingga bisa memiliki program seperti ini?
Saya diberi pelajaran dari orang tua dan dari guru-guru. Satu orang musuh terlalu banyak, tapi seribu orang kawan terlalu sedikit. Kemudian tentang uang seribu itu akan menjadi abu, tapi seteng itu akan menjadi genteng, maka jangan kecil hati tatkala memegang uang seteng. Begitu kata orang tua. Maka kami punya seteng, dan kami punya kawan seribu, maka menjadi seribu seteng, maka menjadi dolar dan menjadi genteng.

Bagaimana aktifitas Anda ketika umur 25 tahun?
Saya ketika umur 25 tahun menjadi guru. Tatkala itu saya baru saja menikah, dan menjadi guru, istri saya pun menjadi guru. Maka saya dari kecil sampai hari ini guru. Dan kami sangat menyukai menjadi guru.

Di Amerika guru tidak bisa mendapat penghasilan banyak?
Lain di Indonesia lain di Amerika. Di Indonesia guru seperti Panji Gumilang mampu mencetak uang, karena setiap jengkal tanah harus diukur dengan dolar.

Apakah Indonesia memiliki program seperti ini, atau apakah Al-Zaytun ini bisa dicontoh oleh negara lain?
Mestinya tidak harus mencontoh, mestinya harus berbuat. Karena kami juga berbuat dan melihat dari negara lain, dari sahabat-sahabat di dunia ini, bangsa-bangsa lainnya. Untuk itu semestinya semua berbuat seperti kita ini, sebab kalau mencontoh Al-Zaytun, Al-Zaytun belum baik. Kami sedang terns membuat yang baik. Maka kami
tengok dari mana yang terbaik itu yang kami contoh. Kami belum menilai Al­Zaytun ini sudah baik, tapi harus terns ditingkatkan dan diperbaiki. Malam ini andainya Anda semua memberikan masukan pada kami yang baik akan kami pakai.

Al-Zaytun banyak menuai kontroversi. Saya tahu Anda tidak pernah khawatir dengan apa yang Anda kerjakan. Pertanyaan saya bagaimana pendapat Anda tentang komentar-komentar orang terhadap Al-Zaytun?
Al-Zaytun adalah tempat pendidikan. Setiap tempat pendidikan itu ada saja orang yang pro dan kontra. Adapun kalau ada orang mengatakan bahwa Al­-Zaytun kontroversial sesungguhnya orang itulah yang kontroversial. Pak Richard sudah dua kali datang ke sini, dan sudah bisa menyaksikan apa yang ada di sini, saya rasa Pak Richard tidak akan mengatakan bahwa Al-Zaytun kontroversial. Karena itu saya ingin semua orang datang ke sini dan bersikap seperti Pak Richard. Karena perang mulut itu akan menjadi perang fisik, dan bila perang fisik tidak ada damai. Sedangkan kami punya motto menciptakan toleransi dan damai. Dan untuk itu kami minta semua yang pro ataupun yang kontra, supaya memahami mengapa kami diam, tidak menanggapi orang-orang itu. Karena kami akan terns berjalan menuju yang terbaik. Dan insya Allah, masa depan orang semua akan mengerti. Kami baru delapan tahun, kami yakin setelah delapan tahun akan banyak yang mengerti. Dan andainya masih ada yang tidak mengerti mengapa kita harus sedih? Mari kita jalan terns ke depan untuk kebaikan.

Ummat Islam Indonesia menginginkan syariat Islam dijalankan di Indonesia. Bagaimana pandangan Syaykh?
Bangsa Indonesia ini memiliki warga negara yang berbeda-beda. Ada yang beragama Islam, ada yang tidak beragama Islam. Ada suku bangsa yang bermacam-macam. Maka Indonesia sudah memiliki satu semboyan Bieneka Tunggal Ika (Unity in Diversity). Itu yang terjadi di Indonesia. Dan kami berjalan di atas itu. Dan supaya dipahami bahwa apa yang terjadi dalam motto bangsa Indonesia itulah Islam. Itu pengertian kami, itulah Islam. Begitulah ajaran nabi, nabi Islam. Dan itulah ajaran para nabi, tidak membeda­bedakan. Dan itulah syariat Islam.

Syaykh tadi menyampaikan tentang pendidikan di Al-Zaytun. Tetapi saya lihat Al-Zaytun telah berkembang ke arah pengembangan hal lain seperti ekonomi. Apakah sebenarnya misi Al-Zaytun ke arah global, khusus ke pendidikan ataukah ada misi lain?
Al-Zaytun adalah sebuah pendidikan, dibangun oleh Yayasan Pesantren Indonesia (YPI). Program utama YPI adalah pendidikan dan ekonomi atau di balik ekonomi dan pendidikan. Oleh sebab itu apa yang kita lakukan tidak pernah keluar dari program. Kalau tahun lalu tuan-tuan dan puan-puan berkunjung ke mari belum menemukan gerakan seperti yang hari ini ditengok, memang ketika itu kami sedang menata pendidikan. Dan setelah tujuh tahun kami berjalan kami mulai masuk ke pembangunan ekonomi.

Dalam membangun perekonomian apakah Anda juga akan masuk ke pasar global?
Apa yang kami buat di bidang ekonomi adalah untuk mensupport perjalanan pendidikan. Karena setiap orang bertanya dari mana biaya Al­-Zaytun ini. Kalau kami tidak bergerak di bidang ekonomi maka pertanyaan itu tidak terjawab. Sekarang arah ekonomi kami baru di tingkat nasional. Sedikit­sedikit kita ekspor. Namun intinya adalah untuk tingkat nasional dulu, karena kepentingannya masih memenuhi tingkat nasional. Kalau sudah tidak terpenuhi nanti baru kami bergerak ke tingkat internasional. Kalau sudah kuat di negara sendiri baru kita buka perekonomian ataupun perdagangan di negara lain.

Lalu apa target yang diinginkan dengan masuk ke pasar global?
Targetnya, semua pergerakan ekonomi ini untuk mendanai pendidikan. Sebab pendidikan tidak pernah kenal istirahat.

Tadi siang Syaykh menyampaikan bahwa pemerintah tidak membangun pendidikan di daerah Cibenoang. Apakah Syaykh juga ingin masuk ke dunia politik?
Kalau seorang pendidik berbicara tentang politik itu sudah wajar, tapi seorang politikus masuk ke pendidikan itu mengakhawatirkan. Oleh sebab itu di mana-mana guru bisa menjadi politisi tapi politikus belum tentu bisa menjadi guru.

Apakah Anda ingin menjadi seorang politisi?
Saya bangga dengan kedudukan saga sebagai guru.

Al-Zaytun sudah sukses hanya dalam delapan tahun. Al-Zaytun sekarang mendidik generasi muds bangsa Indonesia. Apakah Anda ingin model Al-Zaytun ini dapat dikembangkan di seluruh Indonesia?
Kesuksesan hari ini, kalau orang menganggap sukses, dalam delapan tahun kami belum menganggap sukses. Masih banyak kekurangan. Dan kalau dikatakan model Al-Zaytun ini dikembangakan untuk seluruh Indone­sia, itu barn satu Al-Zaytun saja orang sudah banyak berpendapat beda. Untuk itu jangan memaksakan model Al-­Zaytun untuk seluruh bangsa ini, karena kami menganut paham demokrasi. Kami tidak memaksakan model ini yang terbaik. Demokrasi mengajarkan pemahaman seperti itu. Untuk itu saya suka demokrasi. Dan sikap seperti itu konon adalah sikap seorang demokrat, tapi bukan partai demokrat, milik Hilary Clinton.

Kita sudah banyak berbicara tentang Al-Zaytun. Al-Zaytun berusaha untuk memenuhi sendiri pendanaannya, adakah hal-hal yang kontradiksi?
Sesungguhya tidak kontradiksi. Kalau kami self sufficient itu untuk kebutuhan harian. Tapi kalau kontak kami, relasi kami dengan para sahabat di dunia internasional itu adalah interdependensi. Jadi kehidupan ini mesti interdependen, tidak ada independen secara utuh, tapi interdependen. Itulah sikap kami.

Siapakah tokoh yang mengisnpirasi Syaykh sehingga membuat lembaga seperti Al­-Zayutn ini?
Tokoh-tokoh di dunia, karena kami selalu belajar sejarah. Sesuai dengan fak pelajaran yang kami dididik. Kami selalu membaca ide-ide besar manusia besar di dunia ini, sehingga kami berusaha mengikuti langkahnya yang paujang itu, walaupun hanya satu langkah. Jadi dari banyak orang. Kalau dari nabi banyak nabi yang kami ikuti, karena Tuhan mengajarkan kepada kami imani banyak nabi. Maka kami baca nabi-nabi yang ada di dunia ini, dan kami ingin mengikuti jejaknya walaupun hanya satu. langkah. Dan yang paling besar ide besar itu adalah menciptakan toleransi dan perdamaian.

Kita tahu bahwa ada perbedaan ide dan persepsi antara timur dan barat. Menurut pendapat Anda apa yang bisa dilakukan oleh Amerika untuk mengkorelasikan ide toleransi dan perdamaian seperti yang diusung oleh Al­-Zaytun?
Sesungguhnya pemandangan orang terhadap Islam atau muslim, dan pemandangan muslim terhadap orang lain terkadang ada cara pandang yang tidak tepat. Untuk itu kami
mengajarkan di sini toleransi dan damai. Tatkala kita memandang atau melihat orang yang menyikapi muslim dengan sikap yang tidak tepat, kita berikan sikap toleransi, namun kita akan jelaskan yang sebenarnya bukan seperti itu. Oleh sebab itu sikap toleran dan damai itu akan melandasi persahabatan yang abadi. Untuk itu antara Amerika dan Indonesia, khususnya Al-Zaytun, mari kita tegakkan sikap toleran dan damai di dunia ini. Itu harapan kami.

Terima kasih atas pengertian Anda. Tetapi karena kami bukan pegawai pemerintah, bagaimana pemerintah kami ini bisa berbuat baik?
Sesungguhnya berbuat baik memang tidak mudah, namun juga tidak sulit. Tapi berbuat baik untuk diterima baik oleh orang lain tidak semudah membalikkan telapak tangan. Oleh sebab itu, kita tidak boleh mengurangi kesabaran kita. Pemerintah Amerika dan bangsa Indonesia mestinya mengerti tentang perbuatan baik itu harus dibuat setiap saat. Dan jangan bosan-bosan, walapun ditentang banyak orang. Tapi lima, 10, 20 tahun ke depan akan dipahami oleh banyak orang.(Sumber Majalah Berita Indonesia – Edisi 39/2007)
Bacaan Selanjutnya!