Tuesday, August 22, 2006

Mereformasi Lembaga Pendidikan Guru

Dari segi kualitas, kondisi pendidikan Islam sekarang masih kurang. Penyebabnya adalah keterbatasan SDM, sarana-prasarana, dan pembiayaan. Bagaimana kondisi pendidikan Islam dan konsep pendidikan ideal sepert apa yang mesti dijalankan umat Islam?

Disela-sela lokakarya yang diselenggarakan CMM, Prof Dr Salman Harun, Guru Besar Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, memberikan pandangannya seputar konsep pendidikan Islam. Berikut petikannya :

Secara umum, bagaimana sebenarnya kondisi pendidikan Islam sekarang?
Pendidikan Islam kita sekarang tertinggal dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini lebih disebabkan selama ini pendidikan hanya memperhatikan pada inward looking, hanay ingin menguasai ilmu-ilmu ukhrowi (keakhiratan), tidak banyak memperhatikan penguasaan ilmu-ilmu keduniawian dan pengetahuan.

Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah menyadari hal itu sejak lama. Dari kalangan Muhammadiyah juga sudah banyak menyelenggarakan pendidikan yang bersifat umum, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) pada awalnya tertinggal. Namun, belakangan juga sudah menyadari hal itu. NU kini tidak hanya menyelenggarakan pendidikan-pendidikan pesantren yang secara khusus focus pada kajian agama, melainkan sudah memperhatikan pada pendidikan bersifat umum dan hampir mengejar Muhammadiyah, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

Konsep pendidikan Islam ideal seperti apa yang sebaiknya dilaksanakan umat Islam?
Yang ideal adalah konsep integrasi. Penjabarannya yaitu mengintegrasikan nilai-nilai yang diajarkan Islam dalam semua mata pelajaran. Bukan integrasi pengetahuan atau ilmu agamanya, tetapi mengintegrasikan nilai-nilai atau substansi agamanya, seperti pentingnya bekerja-keras, hemat, dan lain-lain.

Tetapi, karena keterbatasan kemampuan SDM, para guru agama kita masih sebatas mengajarkan ilmu agama, seperti beberapa jumlah rukun shalat. Mereka belum mengajarkan apa makna wudhu, makna shalat, atau aplikasi dari ajaran agama.

Melihat kondisi demikian, langkah utama apa yang mesti dilakukan?
Yang harus dilakukan umat Islam adalah mereformasi lembaga-lembaga pendidikan guru. Yaitu, mereformasi sisitem pendidikan yang dilakukan di fakultas-fakultas tarbiyah (yang mendidik guru-guru agama) di seluruh IAIN (UIN) dan lembaga lain yang menghasilkan tenaga-tenaga pendidik agama. Sebab, selama ini mereka masih memakai metode lama, belum ada perubahan kurikulum. Selain itu, para praktisi dan pakar pendidikan harus juga fokus pada penggalian nilai-nilai agama dan metodologi pendidikan pendidikan agama yang bisa menanamkan nilai-nilai kepada anak didik.

Bagaimana dengan reformasi kurikulumnya?
Perubahan kurikulum itu perlu didahului dengan adanya ide-ide dari pakar pendidikan Islam. Sebab, untuk membuat produk pendidikan Islam yang sesuai dengan harapan – Muslim yang tindakannya tidak bertolak belakang dengan ucapannya, misalnya, kita tahu tentang sorga dan neraka, tetapi perbuatannya tetap dalam hal-hal yang menjurus ke neraka – diperlukan sebuah perjuangan yang tidak ringan. Yaitu sbuah proses pengajaran yang mampu memberikan penanaman nilai-nilai moral, bukan sekadar ilmu.

Pendidkan pada kurun waktu awal bangsa kita dahulu dinilai berhasil menanamkan nilai-nilai dan sikap positif dibandingkan dengan pendidikan sekarang ini. Sebab, saya melihat sikap orang-orang Islam sekarang yang lebih cenderung terhadap hal-hal yang bersifat keduniawian.

Seberapa besar pentingnya dukungan pembiayaan?
Pembiayaan pendidikan secara memadai mutlak diperlukan. Sebab, dibandingkan Malaysia (sudah mencapai 28 persen dari APBN-nya), pembiayaan penddiikan kita masih kurang, yaitu baru mencapai 9,5 persen dari yang dicanangkan dalam APBN sebesar 20 persen.

Nah, jika kebutuhan pembiayaan itu dapat dipenuhi, langkah perbaikan pendidikan Islam kita selanjutnya adlah mengadakan kerja sama dengan lembaga lain secara regional atau internasional. Pasalnya, meski kita bisa bekerja-sama dengan pihak lain, namun jika tak bisa melaksanakannya, juga percuma saja. Karena itu, sekali lagi, factor penting yang harus diperhatikan adalah pendanaan secara memadai oleh pemerintah terhadap sekitar 13 IAIN (UIN) dan 33 STAIN di seluruh Indonesia.

Sejarah menunjukkan, banyak tokoh nasional dilahirkan dari wilayah Sumatera Barat, apakah ini menunjukkan keberhasilan system pendidikan yang dipakai waktu itu?
Pada waktu itu, para guru, sebelum mengajar (ilmu), mereka terlebih dahulu memberikan nasihat-nasihatnya dan teladan kepada anak didik. Mereka langsung melakukan koreksi bila terjadi kesalahan pada diri murid dan menanamkan sikap-sikap positif. Mereka bersedia bersusah payah, meski sebenarnya menerima imbalan sangat minim, atau bahkan tanpa imbalan. Berbeda sekali dengan kondisi sekarang yang lebih condong hanya pada pengajaran ilmu.

Bagaimana pandangan Anda ihwal system sekolah berasrama?
Dulu, penyelengaraan pendidikan guru (harus) model berasrama, boarding school; diak seperti yang sekarang. Setiap hari para murid mendapat contoh teladan yang baik dari para guru yang dari segi kualitas ilmu tergolong excellent, berdedikasi tinggi, tingkat keikhlasnannya tak diragukan. Nah, model boarding school yang kini marak dipakai oleh sekolah-sekolah favorit sebenarnya mengadopsi model lama. Jadi, model pendidikan guru sekarang yang tidak berasrama, sebenarnya kurang efektif.

(Sumber Harian Indo Pos – Jum'at, 11 Agustus 2006) (www.cmm.or.id)
Bacaan Selanjutnya!

Sunday, August 20, 2006

Pelatihan yang membuat bangga

Wawancara dengan : Leila Mona Ganiem Spd Msi *)
Profesi guru adalah sangat penting untuk kemajuan bangsa. Karenanya kualitas dan komptensinya perlu ditingkatkan. Berikut wawancara dengan pakar komunikasi dan kepribadian, Leila Mona Ganiem Spd MSi, yang menjadi salah satu pengajaran dalam program pelatihan guru Telkom-Republika seputar masalah peningkatan kualitas guru tersebut :

Apa komentar Anda tentang pelatihan guru ini?
Saya adalah seorang guru. Dulu saya pernah jadi guru SD, SMP, dan SMA. Dan bagi saya, kalau saya dapat kesempatan belajar seperti di pelatihan ini, itu luar biasa. Sekarang saya akan senang sekali dapat kesempatan belajar lagi karena pikiran saya akan di-charge lagi. Karena saya akan dapat masukan dan pendapatan orang lin yang bermanfaat. Apalagi sesuatu yang baru.

Menurut Anda, bagaimana kualitas guru di Indonesia saat ini?
Menurut saya guru di Indonesia sekarang sudah berkembang karena pemerintah memberikan kesempatan. Dari sisi price atau salary, jauh lebih baik dan bagus dibandingkan dulu. Itu menjadi pendorong. Bahkan kita bangga jadi guru sekarang ini. Bagi saya guru sekarang lebih baik. Orang senang dan ingin jadi guru. Tapi kita tetap perlu kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk media. Artinya, jangan sampai media mencitrakan sosok guru itu seorang yang sudah tua, nglomprot, cuek, tidak rapi, dan citra negatif lainnya.

Semua perlu kerja sama berbagai pihak dan perlu apresiasi. Bahwa guru itu pahlawan tanpa tanda jasa. Dua-duanya. Tanpa tanda jasa, mungkin orang tidak mengatakannya secara verbal bahwa dirinya bahagia. Tapi juga perlu tnda jasa, apresiasi. Buatlah mereka hidup layak giru lho. Sehingga kita bisa kerja keras membangun bangsa dengan sama-sama sesuai bidangnya masing-masing.

Apa problem terbesar guru saat ini?
Saya ingin mengatakan, guru-guru perlu kepastian akan pekerjaannya. Dalam arti dapat tempat, dapat kesejahteraan yang benar untuk semuanya. Jadi bukan untuk sebagian. Kenapa kita butuh guru yang berkualitas? Kalau kita bisa memberikan kesejahteraan yang elbih baik dan terus lebih baik serta menganggap mereka itu betu-betul professional, maka hasilnya luar biasa dan jauh lebih baik untuk bangsa.

Ini pekerjaan rumah paling besar pemerintah dan kita semua termasuk media massa, dan saya pikir pelatihan semacam ini sesuatu yang luar biasa untuk membuat guru bangga dengan profesinya. Bisa melihat banyak peluang untuk dirinya, bisa mengembangkan diri, da bisa evaluasi diri. Kalu tidak, kita bisa seperti raja yang melihat dirinya sudah sempurna. Padahal lihat lho, kompetisi kita tinggi. Murid supaya jadi baik gurunya harus bagus, kesejahteraannya juga harus bagus. Selain itu sekolahnya juga harus bagus dan muridnya juga harus dapat buku-buku yang bagus.

Sekian lama sebagai guru, apa nilai fundamental yang dibawa seorang guru?
Bagi saya, bangga sekali menjadi guru. Saya banar-benar ingin manjdi guru saat saya SMA di Bandung. Saya punya cita-cita menjadi guru dan ketika saya masuk perguruan tinggi, kesempatan itu akhirnya datang. Waktu itu saya diterima di IKIP dan juga Unpad. Tapi akhirnya saya memutuskan untuk masuk IKIP daripada Unpad karena saya ingin menjadi guru.

Apa yang melatar-belakangi pilihan itu, karena dukungan keluarga?
Ya, karena saya ingin jadi guru. Bagi saya, guru itu harus menarik, harus punya kemampuan, bisa ditanya, dan sebagainya. Saya senang lihat murid-murid maju. Ibaratnya, saya punya mobil yang lagi rusak di bengkel lalu saya membantu memperbaikinya. Saya men-support itu akhirnya mobil bisa jalan dan murid-murid yang menaikinya. Ya nggak apa-apa, saya disini saja. Saya bangga banget kalau bisa seperti itu, mendorong murid maju lebih cepat dan pesat.

Permasalahan saat pertama kali mejadi guru, apakah sama dengan saat ini?
Mungkin agak berbeda. Sebab pengalaman saya saat ini lebih mengajar ke training dan sejenisnya. Jadi aga k berbeda dengan guru-guru di dalam sekolah. Tapi prinsipnya, pengalaman atau permasalahan yang kita alami boleh jadi sangat berbeda. Bedanya guru-guru sekarang lebih dapat penghargaan dan tantangan disbanding dulu. Sekarang lihat sekolahan sudah seperti ini, kita harus kerja keras melawan media massa terutama elektronik yang lebih memikat perhatian siswa. Ya, media massa sekarang memang lebih menarik bagi murid.
Jadi guru perlu lebih tertantang. Apalagi ketika di sekolah ada siswa yang tidak lulus. Jadi tantangan sekarang lebih banyak. Kita dipacu untuk lebih maju. Sebab bangsa ini dibangun oleh guru sebagai lemen yang sangat penting. Ini bukan karena saya jadi guru, tetapi memang begitu realitasnya.

*) Laila Mona Ganiem Spd MSi, (Sumber Harian Republika – Rabu, 19 Agustus 2006).
Bacaan Selanjutnya!