Mereformasi Lembaga Pendidikan Guru
Dari segi kualitas, kondisi pendidikan Islam sekarang masih kurang. Penyebabnya adalah keterbatasan SDM, sarana-prasarana, dan pembiayaan. Bagaimana kondisi pendidikan Islam dan konsep pendidikan ideal sepert apa yang mesti dijalankan umat Islam?
Disela-sela lokakarya yang diselenggarakan CMM, Prof Dr Salman Harun, Guru Besar Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, memberikan pandangannya seputar konsep pendidikan Islam. Berikut petikannya :
Secara umum, bagaimana sebenarnya kondisi pendidikan Islam sekarang?
Pendidikan Islam kita sekarang tertinggal dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini lebih disebabkan selama ini pendidikan hanya memperhatikan pada inward looking, hanay ingin menguasai ilmu-ilmu ukhrowi (keakhiratan), tidak banyak memperhatikan penguasaan ilmu-ilmu keduniawian dan pengetahuan.
Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah menyadari hal itu sejak lama. Dari kalangan Muhammadiyah juga sudah banyak menyelenggarakan pendidikan yang bersifat umum, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) pada awalnya tertinggal. Namun, belakangan juga sudah menyadari hal itu. NU kini tidak hanya menyelenggarakan pendidikan-pendidikan pesantren yang secara khusus focus pada kajian agama, melainkan sudah memperhatikan pada pendidikan bersifat umum dan hampir mengejar Muhammadiyah, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Konsep pendidikan Islam ideal seperti apa yang sebaiknya dilaksanakan umat Islam?
Yang ideal adalah konsep integrasi. Penjabarannya yaitu mengintegrasikan nilai-nilai yang diajarkan Islam dalam semua mata pelajaran. Bukan integrasi pengetahuan atau ilmu agamanya, tetapi mengintegrasikan nilai-nilai atau substansi agamanya, seperti pentingnya bekerja-keras, hemat, dan lain-lain.
Tetapi, karena keterbatasan kemampuan SDM, para guru agama kita masih sebatas mengajarkan ilmu agama, seperti beberapa jumlah rukun shalat. Mereka belum mengajarkan apa makna wudhu, makna shalat, atau aplikasi dari ajaran agama.
Melihat kondisi demikian, langkah utama apa yang mesti dilakukan?
Yang harus dilakukan umat Islam adalah mereformasi lembaga-lembaga pendidikan guru. Yaitu, mereformasi sisitem pendidikan yang dilakukan di fakultas-fakultas tarbiyah (yang mendidik guru-guru agama) di seluruh IAIN (UIN) dan lembaga lain yang menghasilkan tenaga-tenaga pendidik agama. Sebab, selama ini mereka masih memakai metode lama, belum ada perubahan kurikulum. Selain itu, para praktisi dan pakar pendidikan harus juga fokus pada penggalian nilai-nilai agama dan metodologi pendidikan pendidikan agama yang bisa menanamkan nilai-nilai kepada anak didik.
Bagaimana dengan reformasi kurikulumnya?
Perubahan kurikulum itu perlu didahului dengan adanya ide-ide dari pakar pendidikan Islam. Sebab, untuk membuat produk pendidikan Islam yang sesuai dengan harapan – Muslim yang tindakannya tidak bertolak belakang dengan ucapannya, misalnya, kita tahu tentang sorga dan neraka, tetapi perbuatannya tetap dalam hal-hal yang menjurus ke neraka – diperlukan sebuah perjuangan yang tidak ringan. Yaitu sbuah proses pengajaran yang mampu memberikan penanaman nilai-nilai moral, bukan sekadar ilmu.
Pendidkan pada kurun waktu awal bangsa kita dahulu dinilai berhasil menanamkan nilai-nilai dan sikap positif dibandingkan dengan pendidikan sekarang ini. Sebab, saya melihat sikap orang-orang Islam sekarang yang lebih cenderung terhadap hal-hal yang bersifat keduniawian.
Seberapa besar pentingnya dukungan pembiayaan?
Pembiayaan pendidikan secara memadai mutlak diperlukan. Sebab, dibandingkan Malaysia (sudah mencapai 28 persen dari APBN-nya), pembiayaan penddiikan kita masih kurang, yaitu baru mencapai 9,5 persen dari yang dicanangkan dalam APBN sebesar 20 persen.
Nah, jika kebutuhan pembiayaan itu dapat dipenuhi, langkah perbaikan pendidikan Islam kita selanjutnya adlah mengadakan kerja sama dengan lembaga lain secara regional atau internasional. Pasalnya, meski kita bisa bekerja-sama dengan pihak lain, namun jika tak bisa melaksanakannya, juga percuma saja. Karena itu, sekali lagi, factor penting yang harus diperhatikan adalah pendanaan secara memadai oleh pemerintah terhadap sekitar 13 IAIN (UIN) dan 33 STAIN di seluruh Indonesia.
Sejarah menunjukkan, banyak tokoh nasional dilahirkan dari wilayah Sumatera Barat, apakah ini menunjukkan keberhasilan system pendidikan yang dipakai waktu itu?
Pada waktu itu, para guru, sebelum mengajar (ilmu), mereka terlebih dahulu memberikan nasihat-nasihatnya dan teladan kepada anak didik. Mereka langsung melakukan koreksi bila terjadi kesalahan pada diri murid dan menanamkan sikap-sikap positif. Mereka bersedia bersusah payah, meski sebenarnya menerima imbalan sangat minim, atau bahkan tanpa imbalan. Berbeda sekali dengan kondisi sekarang yang lebih condong hanya pada pengajaran ilmu.
Bagaimana pandangan Anda ihwal system sekolah berasrama?
Dulu, penyelengaraan pendidikan guru (harus) model berasrama, boarding school; diak seperti yang sekarang. Setiap hari para murid mendapat contoh teladan yang baik dari para guru yang dari segi kualitas ilmu tergolong excellent, berdedikasi tinggi, tingkat keikhlasnannya tak diragukan. Nah, model boarding school yang kini marak dipakai oleh sekolah-sekolah favorit sebenarnya mengadopsi model lama. Jadi, model pendidikan guru sekarang yang tidak berasrama, sebenarnya kurang efektif.
(Sumber Harian Indo Pos – Jum'at, 11 Agustus 2006) (www.cmm.or.id)
Bacaan Selanjutnya!
Disela-sela lokakarya yang diselenggarakan CMM, Prof Dr Salman Harun, Guru Besar Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, memberikan pandangannya seputar konsep pendidikan Islam. Berikut petikannya :
Secara umum, bagaimana sebenarnya kondisi pendidikan Islam sekarang?
Pendidikan Islam kita sekarang tertinggal dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini lebih disebabkan selama ini pendidikan hanya memperhatikan pada inward looking, hanay ingin menguasai ilmu-ilmu ukhrowi (keakhiratan), tidak banyak memperhatikan penguasaan ilmu-ilmu keduniawian dan pengetahuan.
Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah menyadari hal itu sejak lama. Dari kalangan Muhammadiyah juga sudah banyak menyelenggarakan pendidikan yang bersifat umum, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) pada awalnya tertinggal. Namun, belakangan juga sudah menyadari hal itu. NU kini tidak hanya menyelenggarakan pendidikan-pendidikan pesantren yang secara khusus focus pada kajian agama, melainkan sudah memperhatikan pada pendidikan bersifat umum dan hampir mengejar Muhammadiyah, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Konsep pendidikan Islam ideal seperti apa yang sebaiknya dilaksanakan umat Islam?
Yang ideal adalah konsep integrasi. Penjabarannya yaitu mengintegrasikan nilai-nilai yang diajarkan Islam dalam semua mata pelajaran. Bukan integrasi pengetahuan atau ilmu agamanya, tetapi mengintegrasikan nilai-nilai atau substansi agamanya, seperti pentingnya bekerja-keras, hemat, dan lain-lain.
Tetapi, karena keterbatasan kemampuan SDM, para guru agama kita masih sebatas mengajarkan ilmu agama, seperti beberapa jumlah rukun shalat. Mereka belum mengajarkan apa makna wudhu, makna shalat, atau aplikasi dari ajaran agama.
Melihat kondisi demikian, langkah utama apa yang mesti dilakukan?
Yang harus dilakukan umat Islam adalah mereformasi lembaga-lembaga pendidikan guru. Yaitu, mereformasi sisitem pendidikan yang dilakukan di fakultas-fakultas tarbiyah (yang mendidik guru-guru agama) di seluruh IAIN (UIN) dan lembaga lain yang menghasilkan tenaga-tenaga pendidik agama. Sebab, selama ini mereka masih memakai metode lama, belum ada perubahan kurikulum. Selain itu, para praktisi dan pakar pendidikan harus juga fokus pada penggalian nilai-nilai agama dan metodologi pendidikan pendidikan agama yang bisa menanamkan nilai-nilai kepada anak didik.
Bagaimana dengan reformasi kurikulumnya?
Perubahan kurikulum itu perlu didahului dengan adanya ide-ide dari pakar pendidikan Islam. Sebab, untuk membuat produk pendidikan Islam yang sesuai dengan harapan – Muslim yang tindakannya tidak bertolak belakang dengan ucapannya, misalnya, kita tahu tentang sorga dan neraka, tetapi perbuatannya tetap dalam hal-hal yang menjurus ke neraka – diperlukan sebuah perjuangan yang tidak ringan. Yaitu sbuah proses pengajaran yang mampu memberikan penanaman nilai-nilai moral, bukan sekadar ilmu.
Pendidkan pada kurun waktu awal bangsa kita dahulu dinilai berhasil menanamkan nilai-nilai dan sikap positif dibandingkan dengan pendidikan sekarang ini. Sebab, saya melihat sikap orang-orang Islam sekarang yang lebih cenderung terhadap hal-hal yang bersifat keduniawian.
Seberapa besar pentingnya dukungan pembiayaan?
Pembiayaan pendidikan secara memadai mutlak diperlukan. Sebab, dibandingkan Malaysia (sudah mencapai 28 persen dari APBN-nya), pembiayaan penddiikan kita masih kurang, yaitu baru mencapai 9,5 persen dari yang dicanangkan dalam APBN sebesar 20 persen.
Nah, jika kebutuhan pembiayaan itu dapat dipenuhi, langkah perbaikan pendidikan Islam kita selanjutnya adlah mengadakan kerja sama dengan lembaga lain secara regional atau internasional. Pasalnya, meski kita bisa bekerja-sama dengan pihak lain, namun jika tak bisa melaksanakannya, juga percuma saja. Karena itu, sekali lagi, factor penting yang harus diperhatikan adalah pendanaan secara memadai oleh pemerintah terhadap sekitar 13 IAIN (UIN) dan 33 STAIN di seluruh Indonesia.
Sejarah menunjukkan, banyak tokoh nasional dilahirkan dari wilayah Sumatera Barat, apakah ini menunjukkan keberhasilan system pendidikan yang dipakai waktu itu?
Pada waktu itu, para guru, sebelum mengajar (ilmu), mereka terlebih dahulu memberikan nasihat-nasihatnya dan teladan kepada anak didik. Mereka langsung melakukan koreksi bila terjadi kesalahan pada diri murid dan menanamkan sikap-sikap positif. Mereka bersedia bersusah payah, meski sebenarnya menerima imbalan sangat minim, atau bahkan tanpa imbalan. Berbeda sekali dengan kondisi sekarang yang lebih condong hanya pada pengajaran ilmu.
Bagaimana pandangan Anda ihwal system sekolah berasrama?
Dulu, penyelengaraan pendidikan guru (harus) model berasrama, boarding school; diak seperti yang sekarang. Setiap hari para murid mendapat contoh teladan yang baik dari para guru yang dari segi kualitas ilmu tergolong excellent, berdedikasi tinggi, tingkat keikhlasnannya tak diragukan. Nah, model boarding school yang kini marak dipakai oleh sekolah-sekolah favorit sebenarnya mengadopsi model lama. Jadi, model pendidikan guru sekarang yang tidak berasrama, sebenarnya kurang efektif.
(Sumber Harian Indo Pos – Jum'at, 11 Agustus 2006) (www.cmm.or.id)